SANCAnews – Nota pembelaan (Pledoi) Inisiator Koalisi Aksi
Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Syahganda Nainggolan ditangkis oleh Jaksa
Penuntut Umum (JPU) melalui nota jawabannya (Replik).
Dalam sidang lanjutan yang digelar hari ini, JPU mambacakan
nota jawabanya dengan menyampaikan kembali keterangan saksi ahli yang
dihadirkan di dalam persidangan sebelumnya.
Di mana, mereka mengambil keterangan saksi ahli sosiolog Dr.
Trubus Rahardiansyah, yang memperkuat tuntutan yang diajukan JPU yang menilai
Syahganda melanggar Pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 terkait penyebaran berita bohong
yang menimbulkan keonaran.
Salah seorang Jaksa membacakan pernyataan Dr. Trubus mengenai
definisi kabar bohong atau hoax, yaitu tindakan komunikasi suatu individu atau
kelompok dalam interaksi sosial yang menyampaikan suatu peristiwa yang tidak
sesuai dengan realitas sosial dan fakta-fakta sosial.
Dalam replik yang ditandatangani ketua tim penuntut umum
Syahnan Tanjung itu, disampaikan bahwa jika ada pernyataan terdakwa Syahganda
yang memiliki ciri penyebaran berita bohong dan juga mengundang keonaran, maka
bisa dipastikan memiliki unsur perbuatan hukum.
"Dengan demikian, unsur menyiarkan berita bohong
terpenuhi secara sah dan meyakinkan menurut hukum," ujar Jaksa dalam
sidang yang digelar di Ruang 1 Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Depok, Kamis
(15/4).
Maka dari itu, Jaksa Syahnan dalam repliknya kukuh
mempertahankan tuntutannya kepada Syahganda, yang meminta Majelis Hakim untuk
menghukum Syahganda 6 tahun penjara.
"Uraian-uraian replik di atas, demi terciptanya keadilan
dan menjamin kepastian hukum. Maka kami JPU tidak sependapat dengan nota pledoi
dari tim penasihat hukum dan terdakwa. Kami tetap semula, pada amar tuntutan
kami," ucap Syahnan dalam repliknya.
"Supaya majelis hakim yang memeriksa memutuskan,
menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menyiarkan berita atau
pemberitahuan bohong dengan menimbulkan keonaran, sebagaimana diatur pada pasal
14 ayat 1 UU 1/1946 KUHP," tandasnya.
Dalam sidang pembacaan pledoi pekan lalu, penasihat hukum
Syahganda, Abdullah Alkatiri mengatakan dalam nota pembelaannya menyebutkan
bahwa tuntutan JPU tidak dapat dibuktikan.
Karena berdasarkan keterangan saksi lapangan atas nama Andika
Fahreza menyatakan, dirinya yang merupakan seorang massa aksi ricuh menolak RUU
omnibus law Cipta Kerja Oktober 2020 lalu, tidak terinspirasi dari cuitan
Syahganda di Twitter yang menjadi materi dakwaan. Justru, dia terinspirasi
mengikuti aksi karena melihat postingan di Instagram.
Sementara, Syahganda dalam pledoinya menyatakan bahwa dirinya
merasa dijadikan kambing hitam oleh rezim yang tengah mengalami kemunduran
demokrasi di masa sekarang ini. Selain itu juga, dia menilai JPU yang
memberikan tuntutan 6 tahun penjara atas dugaan pelanggaran yang diarahkannya
justru menunjukkan kesan tidak berpengalaman.
Adapun dalam sidang pemeriksaan sebelumnya, Sosiolog Trubus
Rahardiansyah, juga memaparkan fungsi sosial media adalah untuk memudahkan
manusia saling berkomunikasi. Dalam konteks pernyataan Syahganda di akun
Twitternya, dia menilai itu telah menimbulkan keonaran.
Akan tetapi, terlihat ada kontradiksi pernyataan Dr. Trubus
dengan yang di dalam BAP dan di depan persidangan. Sebab, dia sempat ditanya
oleh penasihat hukum Syahganda mengenai hoax yang disampaikan di dalam kicauan
clientnya.
"Saudara Ahli, Anda tadi katakan bahwa apa yang ditulis
terdakwa di Twitter merupakan bentuk ekspresi aspirasi. Lalu dimana letak
hoaxnya Syahganda sehingga kemudian ditahan?” tanya Abdullah Alkatiri Rabu
(24/2).
"Kalau soal penahanan terdakwa itu bukan kapasitas saya
(untuk menjawab)," jawab Dr. Trubus.
Selanjutnya Abullah Alkatiri bertanya lagi, apakah pernyataan
Syahganda di akun Twitter, yang menjadi materi dakwaan, yang berbunyi, “Selamat
bergerak kaum buruh, kawan-kawan PPMI yang akan turun berdemonstrasi menolak
RUU Omnibuslaw” adalah salah.
Untuk pertanyaan ini, saksi ahli yang adalah dosen di
Universitas Trisakti mengatakan pernyataan itu tidak salah, dan di dalam
sosiologi termasuk sebuah ekspresi.