SANCAnews – Situasi tertutup seolh menyelimuti gedung
Pengadilan Negeri Depok jelang sidang putusan vonis kepada aktivis senior
Syahganda Nainggolan pada hari ini, Kamis (29/4).
Sebagaimana diberitakan Kantor Berita RMOL Jakarta, pintu PN Depok ditutup dan hanya menyisakan
untuk pejalan kaki. Ternyata kondisi ini dikarenakan komplek PN Depok saat ini
sedang melakukan lockdown mini. "Iya kantor lagi lockdown,” kata Humas PN
Depok Ahmad Fadil.
Lockdown dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19 sesuai
dengan Surat Edaran Sekretaris Mahkamah Agung RI 8/2020, di mana operasional
kantor PN Depok akan berhenti sementara selama 5 hari sejak tanggal 27 April
2021 sampai dengan 3 Mei 2021.
Bahkan saat redaksi ingin masuk, sempat ditahan oleh petugas
keamanan di depan pagar PN Depok, "Lagi lockdown mas," kata salah
seorang petugas keamanan.
Menurut rencana, persidangan bakal dimulai pada pukul 13.00
WIB, dengan jumlah peserta sidang yang dibatasi.
"Hari ini juga hanya sidang Syahganda, karena agenda
sudah putusan kami melakukan pembatasan pengunjung," kata Fadil.
Jaksa Penuntut Umum menuntut Syahganda Nainggolan dengan
hukuman 6 tahun penjara.
Tuntutan didasarkan pada keyakinan bahwa Syahganda
menyebarkan berita bohong dan menimbulkan keonaran yang berujung kericuhan demo
omnibus law RUU Cipta Kerja di Jakarta.
"Memutus, menyatakan terdakwa Syahganda Nainggolan telah
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menyiarkan berita
ataupun berita bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran sebagaimana diatur
dan diancam pidana dalam pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum
Pidana dalam dakwaan pertama penuntut umum," ujar jaksa Syahnan Tanjung
dalam persidangan di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Kamis (1/4).
Syahganda diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal 14 ayat 1
UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Jaksa menuntut terdakwa 6 tahun
penjara dan membebankan biaya perkara Rp 5 ribu.
Sementara itu kuasa hukum Syahganda, Djuju Purwantoro
berharap kliennya divonis bebas oleh hakim karena tak bersalah dalam kasus ini.
Baginya apa yang didakwakan JPU sangat sumir, lemah dan tidak
terbukti di persidangan.
Sebab kicauan Syahganda di Twitter seperti didakwakan Pasal
14 ayat 1,2 dan 15 UU Peraturan Hukum Pidana, menyiarkan berita bohong tidak
jelas.
“Faktanya tidak menimbulkan keonaran (secara materiil).
Justru SN tidak didakwa dengan UU ITE yang cuitnya (omnibus law) melalui
Twitter," sambungnya.