SANCAnews – Kritikan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli
Zon kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid
terkait hilangnya nama pendiri Nahdlathul Ulama (NU), KH Hasyim Asyhari dan
lebih menonjolnya tokoh-tokoh komunis pada Kamus Sejarah Republik Indonesia
jilid I, menuai reaksi.
Anggota Komisi II fraksi PKS Nasir Djamil menilai, hampir satu
dekade ini upaya untuk membelokkan sejarah Indonesia dari kekejaman PKI telah
dilakukan. Bahkan, menurutnya, telah berani disampaikan secara terang-terangan.
"Boleh jadi karena ada 'dendam' masa lalu di mana saat
itu penguasa orde baru benar-benar tidak memberi tempat kepada anak-anak bekas
tokoh PKI," kata Nasir Djamil kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat
lalu di Jakarta, Rabu (21/4).
Politikus PKS ini menambahkan, semasa Presiden Soeharto, ia
memberlakukan penelitian khusus (Litsus) kepada setiap pejabat orang yang akan
menduduki posisi di cabang cabang kekuasaan, seperti eksekutif, legislatif, dan
yudikatif.
"Saran saya memang kementerian dan lembaga terkait harus
memberikan ruang agar upaya pembelokan sejarah, terutama sepak terjang PKI di
Indonesia, dapat diluruskan," tuturnya.
"Berbeda soal jejak sejarah adalah biasa, tapi kalau ada
upaya membelokkan sejarah terutama bagaimana PKI ingin mengudeta pemerintahan
yang sah saat itu adalah bentuk lain dari pencukur sejarah," demikian
Nasir Djamil. []