SANCAnews – UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE) akan
semakin dianggap sebagai alat penguasa jika penerapannya tidak adil.
Begitu simpulan pengamat sosial politik, Muslim Arbi saat
membandingkan kasus yang mendera petinggi Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia
(KAMI), Syahganda Nainggolan dengan apa yang dilakukan Staf Ahli Menteri
Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Henry Subiakto.
Dengan UU ITE, Syahganda Nainggolan kini dituntut 6 tahun
penjara usai didakwa menyebarkan hoax di media sosial. Sementara hal yang
kurang lebih sama dilakukan Henry Subiakto.
Henry sempat mengunggah video hoax di akun Twitter
pribadinya. Di mana sesaat kemudaian dia menghapus dengan alasan sedang
eksperimen.
"Kalau kasus staf ahli Menkominfo tidak diproses,
padahal itu sebarkan hoax, maka UU ITE hanya untuk lindungi kekuasaan. Penguasa
dengan enaknya mendefinisikan hoax dan memenjarakan orang-orang yang dianggap
kritis seperti Syahganda Nainggolan itu," ujar Muslim Arbi kepada Kantor
Berita Politik RMOL, Jumat (2/4).
Bagi Muslim, kicauan Syahganda terbilang biasa saja dan tidak
sebanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum.
Sementara Subiakto, menurutnya, jelas-jelas telah menyebarkan
hoax dan kemudian berdalih eksperimen saat menghapus kicauan itu.
“Ini sangat tidak adil. Staf ahli, Subiakto mesti diproses
supaya adil, seperti Ganda. Jika tidak, gugurkan dakwaan jaksa dan bebaskan
Ganda atas dakwaan yang tidak jelas itu," pungkasnya.
Henry Subiakto sempat mengunggah video yang olehnya disebut
sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) sedang diserang di Amerika Serikat (AS)
karena kebencian pada ras Asia.
Cuitan ini sudah dihapus oleh Henry, namun beberapa orang
telah mengambil tangkapan layar.
“Ada fenomena rasis di AS. Bule benci wajah-wajah Asia. Ini
anak Indonesia di San Diego diserang bule. Dia adalah Anton Karundeng, orang
Menado Surabaya. Si bule nggak tahu kalau Anton jago berantem. Video ini dapat
dari FB Pak Peter F Gontha,” tulis @henrysubiakto dalam tangkapan layar yang
diunggah @raviopatra pada Rabu, 31 Maret 2021.
Beberapa warganet kemudian menegur bahwa informasi tersebut
tidak benar.
“Halo @henrysubiakto, biasakanlah memeriksa informasi sebelum
dikirim di media sosial. @kemkominfo tolong ini dikasih stempel hoax ya.
Bersama kita hentikan disinformasi!!” kata akun @raviopatra.
Usai ditegur warganet, Henry langsung menghapus dan mengklaim
dirinya memang senang melakukan eksperimen. Alasannya untuk melihat reaksi
warga Twitter. []