SANCAnews – Tim pengacara mengakui masih kesulitan untuk
berkomunikasi dengan eks Sekretatis Umum FPI Munarman yang kini mendekam di
penjara pasca ditangkap terkait kasus dugaan terorisme. Bahkan makanan hingga
pakaian masih diupayakan dikirimkan ke Munarman.
"Sekarang kami lagi usahakan untuk bahan makanan sama
pakaian bisa masuk, kita lagi komunikasi dan Insya Allah bisa lah," kata
salah satu kuasa hukum Munarman, Aziz Yanuar kepada wartawan, Jumat
(30/4/2021).
Aziz masih meyakini kalau polisi bisa mengabulkan upaya kuasa
hukum untuk memenuhi kebutuhan Munarman. Menurutnya, ia masih percaya polisi
masih akan bersikap humanis.
"Karena saya yakin pihak kepolisian selalu mengedepankan
secara institusi selalu mengedepankan hak asasi manusia juga selalu
humanis," tuturnya.
Mata Ditutup dan Tangan Diborgol
Munarman sebelumnya ditangkap Densus 88 Antiteror Polri di
rumahnya yang berlokasi di Perumahan Modern Hills, Cinangka, Pamulang,
Tangerang Selatan, Selasa (27/4) sore. Dia selanjutnya digelandang ke Rutan
Narkoba Polda Metro Jaya.
Pantauan Suara.com Munarman tiba di lokasi sekira pukul 19.30
WIB. Munarman yang mengenakan baju koko putih dan sarung loreng itu terlihat
kedua matanya ditutup kain hitam dan tangan diborgol.
Adapun, penangkapan terhadap Munarman diduga berkaitan dengan
kegiatan baiat teroris di tiga kota. Ramadhan menyebut bait itu di antaranya
dilakukan di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Makassar dan Medan.
Dianggap Langgar HAM
Ketua Advokat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (
YLBHI) Muhammad Isnur menyebut tindakan polisi yang menutup mata Munarman saat
ditangkap dianggap berlebihan. Bahkan, Isnur menganggap polisi telah melanggar
HAM.
"Iya itu melanggar HAM. Pertama itu adalah tindakan yang
menurut saya berlebihan, tindakan yang tidak mencerminkan hukum acara Pidana
kita," kata Isnur saat dihubungi Suara.com, Rabu.
Dugaan pelanggaran HAM itu merujuk pada, Pasal 28 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
yang menyebutkan, 'Pelaksanaan penangkapan orang yang diduga melakukan Tindak
Pidana Terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus
dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia.
"Di mana hukum pidana kita menegaskan prinsip orang itu harus dianggap tidak bersalah, tanpa ada putusan hukum yang menyatakan berkekuatan hukum tetap, ada hukum pidana seperti itu" kata Isnur. (sc)