SANCAnews – Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Syafiq
Mughni menyatakan, salafi bukanlah mazhab yang monolitik. Syafiq menambahkan
ada banyak varian dalam tubuh kelompok Salafi. Itulah sebabnya jika ada
pengikut Salafi yang jadi teroris bukan berarti kelompok itu identik dengan
terorisme.
Pernyataan tersebut sekaligus membantah tudingan yang
dilontarkan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil
Siradj yang menuding kelompok Salafi adalah sumber terorisme. Saat memberikan
keterangan (31/3), Syafiq mencontohkan jika teroris beragama Islam bukan
berarti Islam mendorong terorisme.
Syafiq mengatakan, gerakan terorisme bisa muncul karena
berbagai faktor, seperti politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Pintu masuknya
bisa bermacam-macam, agama, ideologi, politik, etnisitas, ekonomi, dan
lain-lain. Jika ada teroris orang Indonesia, Syafiq menyebut bukan berarti
Indonesia adalah bangsa teroris. Itulah sebabnya Syafiq menyatakan berwacana
memerlukan logika, tidak sekedar retorika.
Muhammadiyah, menurut Syafiq, menilai perbedaan mazhab adalah
kekayaan yang harus dikelola untuk kemajuan. Syafiq menambahkan, Muhammadiyah
memilih untuk tidak bermazhab, termasuk Salafi atau Wahabi. Hal ini menjadikan
organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu bisa berpikir lebih jernih dan
tidak terbebani stigma sektarianisme.
Sebelumnya dalam sebuah diskusi online bertema ‘Mencegah
Radikalisme dan Terorisme untuk Melahirkan Keharmonisan Sosial’ yang disiarkan
di YouTube Televisi Nahdlatul Ulama (TVNU), Selasa (30/3), Ketua Umum PBNU Said
Aqil menuding ajaran Salafi dan Wahabi sebagai pintu masuk terorisme di
Indonesia. Said menyatakan, untuk menghabisi jaringan terorisme harus berasal
dari benihnya. Di antaranya benih terorisme menurut Said adalah ajaran Salafi
dan Wahabi.
Namun Komisaris Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) ini
menegaskan, ajaran Salafi dan Wahabi bukan terorisme. Keduanya hanyalah pintu
masuk lantatan ajarannya dinilai ekstrem. Said mencontohkan, ajaran Wahabi yang
mudah menganggap sesuatu sebagi bid’ah dan dholalah.
Selain itu ajaran tersebut mudah memberikan label kafir
kepada kelompok lain. Bahkan sampai pada tingkat menghalalkan darah atau boleh
dibunuh. Ajaran semacam itulah yang menurut Said menjadi benih atau pintu masuk
terorisme. (*)