SANCAnews – Pakar hukum Refly Harun mengkritisi Polri dalam
kasus unlawful killing terhadap enam laskar Front Pembela Islam (FPI). Refly
heran dengan tumpukan kejanggalan dalam kasus tersebut.
Keheranan Refly bukan tanpa dasar. Salah satunya, Polri
hingga saat ini enggan mengungkap identas para pelaku kasus unlawful killing.
Bahkan, sekadar inisial tersangkanya saja tak diberitahukan pada publik.
Kejanggalan terbaru adalah langkah Polri yang tak menahan
tersangka yang masih hidup. Padahal dalam kasus protokol kesehatan saja, Habib
Rizieq Shihab langsung ditahan. Kejanggalan ini lalu menimbulkan perdebatan
publik apakah kasus protokol kesehatan lebih berbahaya daripada pembunuhan.
"Menurut saya, banyak kejanggalan kalau kita menyimak
kasus tersebut," kata Refly pada Republika, Kamis (8/4).
Refly kemudian menyebut sikap tertutup Polri dalam kasus ini
patut dipertanyakan. Ia menganggap publik pantas meragukan keabsahan anggota
kepolisian yang dijadikan tersangka.
"Kita tidak tahu, apakah yang dijadikan tersangka pelaku
di lapangan atau tidak," ujar Refly.
Selain itu, Refly menangkap kesan bahwa aksi unlawful killing
seolah terjadi atas inisiatif anggota kepolisian di lapangan. Padahal
menurutnya, aksi semacam itu diragukan dapat terjadi tanpa restu atasan.
"Juga mau dikesankan bahwa ini soal lapangan saja, tidak
ada perintah dari siapa-siapa dalam penembakan tersebut," ucap Refly.
Diketahui, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah
menetapkan tiga anggota Polda Metro Jaya sebagai tersangka dengan kasus
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) atas tewasnya empat laskar FPI di Tol
Jakarta-Cikampek. Sebelumnya, tiga orang tersebut berstatus sebagai terlapor,
dan satu diantaranya telah meninggal dunia akibat kecelakaan.
Untuk salah satu tersangka berinisial EPZ yang telah
meninggal dunia terlebih dulu maka penyidikannya diberhentikan. Keputusan
pemberhentian ini berdasarkan pasal 109 KUHAP.
"Pada hari Kamis kemarin, penyidik telah melaksanakan
gelar perkara terhadap peristiwa KM 50 dan kesimpulan dari gelar perkara yang
dilakukan maka status dari terlapor tiga tersebut dinaikkan menjadi
tersangka," ungkap Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Polisi Rusdi
Hartono saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (6/4).
Kendati demikian, Rusdi menyatakan, dua tersangka tersisa
belum dilakukan penahanan meski sudah ditetapkan sebagai tersangka. Terkait
alasan tidak dilakukan penahanan terhadap dua tersangka kasus pelanggaran HAM
tersebut, kata Rusdi, penyidik memiliki pertimbangan sendiri.
"Dengan mempertimbangkan, penyidik punya pertimbangan
subjektif dan objektif, nanti penyidik akan mempertimbangkan itu," terang
Rusdi. (*)