SANCAnews – Detasemen
Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri diyakini Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan
Sudirta, memiliki bukti yang kuat terkait dugaan keterlibatan Eks Sekretaris
Front Pembela Islam (FPI) Munarman dalam kasus terorisme.
"Meski demikian,
asas praduga tak bersalah harus tetap dikedepankan. Percayakan proses hukum
pada polisi," ujar Sudirta dalam keterangan tertulis yang diterima Kantor
Berita Politik RMOL, Rabu (28/4).
Sudirta menilai,
penangkapan Munarman oleh Densus 88 lantaran diduga telah dibaiat oleh ISIS di
wilayah Sulawesi sudah sesuai dengan prinsip penangkapan seseorang dalam kasus
dugaan tindak pidana terorisme yang berbeda dengan tindak pidana biasa.
Di mana, proses
penangkapan seseorang dalam kasus tindak pidana hanya 1x24 jam. Sedangkan dalam
kasus terorisme seperti diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU 5/2018 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, penyidik dapat melakukan penangkapan
terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindakan pidana terorisme
berdasarkan bukti penerimaan yang cukup untuk waktu paling lama 14 hari.
Selain itu, Sudirta
juga mengatakan bahwa Pasal 28 ayat (2) UU 5/2018 mengatur penyidik dapat
mengajukan permohonan perpanjangan penangkapan untuk waktu tujuh hari kepada
ketua pengadilan negeri setempat.
"Sehingga punya 21
hari kalau dihitung secara keseluruhan. Pasal 28 Ayat (1) dan (2) UU Nomor 5
Tahun 2018, polisi punya kewenangan menangkap paling lama 21 hari," kata
Sudirta.
"Inilah
keleluasaan yang diberikan UU Pemberantasan Teroris kepada kepolisian. Itulah
kelebihan kewenangan yang dimiliki, ketimbang tindak pidana lain,"
sambungnya.
Lebih lanjut, Sudirta juga
melihat bahwa penangkapan Munarman sudah mendapat alat bukti yang cukup, sesuai
dengan Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Di mana disebutkan
dalam pasal tersebut bahwa perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang
diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
"Apa bukti
permulaan cukup? Itu ada di putusan MK Nomor 21 Tahun 2014. Harus minimal ada
dua alat bukti. Oleh karena itu, polisi pasti terikat dengan ini,"
imbuhnya.
Politisi PDIP ini
menambahkan, bukti permulaan yang cukup diatur dalam ketentuan Pasal 184 KUHAP.
Ada lima jenis alat bukti dalam KUHAP.
"Polisi harus
punya alat bukti itu. Berdasarkan praktek, memang polisi sudah menyiapkan ini
(alat bukti). Kalau enggak, kan akan dituntut praperadilan. Pasti polisi enggak
gegabah, apalagi menyangkut tokoh," demikian Sudirta menambahkan.
Sementara itu, Direktur
Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan
pun yakin polisi memiliki bukti yang cukup dalam menangkap Munarman.
"Kita yakin polisi
punya bukti yang cukup. Polri tidak pernah mundur untuk menangkap siapapun jika
terbukti melanggar hukum," kata Edi Hasibuan dalma kesempatan yang
berbeda.
Menurut Edi, masyarakat
harus memberikan kesempatan kepada penyidik untuk memeriksa Munarman dalam 7x24
jam. "Kita tetap memegang praduga tak bersalah terhadap Munarman,"
tutup Edi. []