SANCAnews – Mantan Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI),
Munarman angkat bicara soal rentetan aksi teror yang terjadi kurun beberapa
waktu belakangan, yang kerap dikait-kaitkan dengan ormas FPI yang telah
dibubarkan.
Munarman menyebut, pengaitan FPI dengan aksi teror belakangan
merupakan bagian dari rekonstruksi sosial yang dilakukan pihak-pihak tertentu,
dalam hal ini penguasa, untuk mengaburkan atau mendistorsi perhatian khalayak
dari pengungkapan kasus penembakan 6 anggota Laskar FPI Desember 2020 silam.
"FPI itu, secara entitas keormasan, sudah dibubarkan.
Sudah almarhum. Ada kekuatan-kekuatan tertentu yang menginginkan opini publik
mengarah kepada FPI sebagai kelompok pelaku (teror). Ini menggiring opini
publik. Target konkretnya saya kira, di tengah gencarnya desakan untuk
menuntaskan pembunuhan 6 laskar FPI, opini publik jadi beralih. Ada
distruption. Ada interruption," kata Munarman, saat berbincang dengan
Refly Harun di kanal YouTube RH Family, Senin (5/4/2021).
Rekonstruksi sosial tersebut, kata Munarman, dilakukan dengan
cara meciptakan realitas-realitas bikinan untuk mengaburkan realitas yang
sesungguhnya, yang pada gilirannya ditujukan untuk mengendalikan pikiran
khayalak sesuai dengan apa yang dimaui oleh penguasa.
"Bagaimana kelompok penguasa menaklukkan rakyatnya
supaya dia diikuti, supaya mendapat persetujuan dari rakyatnya, dari
pengendalian pikiran, mind control. Dengan dijejali informasi itu, orang jadi
sukarela mengikuti apa yang dimaui oleh si pemberi informasi itu,"
katanya.
Munarman berpijak pada teori rekonstruksi dan teori hegemoni
sosial untuk menguatkan postulat yang disampaikannya.
"Bagaimana sebuah realitas direkonstruksi melalui
berbagai peristiwa pascaperistiwa, dibuatkan narasinya seolah-olah itu nyata.
Itu yang disebut rekonstruksi sosial di alam pikiran. Bagaimana pihak-pihak
yang berkuasa, supaya posisi dominannya tidak diganggu, otoritasnya tidak
dipertanyakan, dia coba menjinakkan alam pikiran rakyatnya. Alam pikiran itu
bisa didesain dari seberapa banyak informasi yang diproduksi supaya orang tidak
menjadi kritis. Dalam bahasa politik disebut propaganda," Munarman
menambakan.
Sebelumnya, polisi menangkap terduga teroris di dua lokasi
yakni di Condet, Jakarta Timur, dan
Kabupaten Bekasi. Dalam penangkapan itu, polisi menemukan sejumlah barang bukti
yang salah satunya berupa atribut ormas Front Pembela Islam (FPI), berupa baju
dan buku bertulisan FPI.
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran tidak menjelaskan lebih
detail mengenai baju dan buku FPI tersebut. Dia juga tidak menjelaskan dari
terduga teroris mana baju dan buku itu ditemukan. Fadil hanya menjelaskan bahwa
temuan baju tersebut akan didalami.
"Jika ada keterkaitan, itu kan sebagai temuan awal. Akan
didalami oleh teman-teman Densus 88," kata Fadil. []