SANCAnews – Inisiator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia
(KAMI), Syahganda Nainggolan, mendapat tuntutan maksimal oleh Jaksa Penuntut
Umum (JPU).
Jaksa Syahnan Tanjung menyatakan, Syahganda Nainggolan
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menyiarkan berita
bohong atau hoax yang menciptakan keonaran, dalam postingan dan kicaunnya di
akun Twitter pribadinya, @syahganda.
"Menyatakan terdakwa Syahaganda Nainggolan terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menyiarkan berita bohong,
dengan sengaja menerbitkan keonaran," ujar Jaksa Syahnan Tanjung dalam
sidang
"Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 14
ayat 1 undang-undang (UU) nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana
dalam dakwaan pertama penuntut umum," sambungnya.
Karena itu, lanjut Syahnan, JPU menjatuhkan pidana penjara
selama 6 tahun kepada Syahganda Nainggolan.
"Dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan
sementara dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan," tuturnya.
Dalam pertimbangannya, Jaksa menilai postingan Syahganda yang
menimbulkan keonaran itu dilakukan sebanyak 5 kali secara berkala. Yaitu mulai
tanggal 12 September hingga yang terkahir 10 Oktober 2020.
Postingan Syahganda yang terkahir pada tanggal 10 Oktober
2020 menjadi satu yang dipersoalkan JPU. Karena di dalamnya Syahganda
menyatakan akan ikut turun aksi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
"Bahwa tulisan terdakwa yang kelima kalinya pada caption
akun Twitter @syahganda, tanggal 10 Oktober 2020 mempertanyakan 'Ini Benar ya
ada aksi?' Selanjutnya, terdakwa mengatakan 'Saya mau ikut aksi Selasa 13
Oktober di Bundaran HI (Hotel Indonesia)," ungkap Syahnan.
Atas cuitan tersebut, JPU menilai Syahganda telah menghasut
kawan-kawan buruh PPMI98, serikat buruh, mahasiswa berjaket biru dan berjaket
almamater kuning, serta terlibatnya anak-anak SMA hingga SMK dan masyarakat
melakukan protes atau demonstrasi yang menyebabkan anarkis dan kerusakan yang
terjadi di Jakarta,
Dasar penuntutan ini, kata Syahnan juga merupakan fakta
persidangan yang bersumber dari keterangan lima orang saksi dan tujuh orang
saksi ahli yang dihadirkan JPU, serta empat orang saksi ahli yang dihadirkan
pihak penasihat hukum Syahganda Nainggolan.
Dalam kasus ini, mulanya Syahganda Nainggolan dianggap
melanggar Pasal 28 undang-undang (UU) Informasi Transaksi Elektronik (ITE) oleh
kepolisian dalam proses penyidikan.
Namun dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa
Syahganda dengan pasal berlapis yang terkait dengan penghasutan yang
menciptakan keonaran.
Yaitu, pertama, Pasal 14 ayat (1) UU 1/1946 tentang Peraturan
Hukum Pidana; atau kedua, Pasal 14 ayat (2) UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum
Pidana; atau ketiga, Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. []