SANCAnews – Keadilan hukum di Tanah Air kian dipertanyakan.
Upaya penegakan oleh beberapa lembaga hukum di Indonesia masih menunjukkan sisi
ketidakadilan.
Aktivis Petisi 28, Haris Rusly Moti secara khusus menyoroti
dinamika ketidakadilan hukum dari dua kasus yang sedang hangat dipertontonkan.
"Kita disajikan dua kabar yang menghentak nurani.
Syahganda Nainggolan, aktivis yang berbeda pendapat dengan penguasa dituntut 6
tahun penjara," kata Haris Rusly Moti di akun Twitternya, Kamis (1/4).
Tuntutan hingga pidana enam tahun penjara karena perbedaan
pendapat tersebut, kata Haris Rusly seakan kontras dengan keputusan hukum
terhadap kasus yang jauh lebih besar bahkan masuk dalam kategori skandal.
Adalah kasus tindak pidana bantuan likuiditas Bank Indonesia
(BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim (SN) dan istrinya, Itjih Samsul
Nursalim (ISN).
Proses hukum skandal BLBI telah berlangsung lama, yakni sejak
era Presiden Megawati Soekarnoputri. Sjamsul Nursalim dan sang istri, yang
selalu absen sat dipanggil sebagai saksi maupun tersangka itu kini justru
diterbitkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3).
"Koruptor BLBI, Sjamsul Nursalim justru di-SP3-kan oleh
KPK. Runtuhnya negara hukum dan lenyapnya demokrasi," tandasnya.
Dalam persidangan ke-17 di PN Depok, Syahganda dituntut 6
tahun penjara oleh JPU lantaran dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana menyiarkan berita bohong, dengan sengaja menerbitkan
keonaran.
Di sisi lain, SP3 kepada Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih
Samsul Nursalim diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan telah
sesuai dengan Pasal 40 UU KPK.