SANCAnews – Beredar video pengakuan terduga teroris yang
mengklaim sebagai simpatisan Front Pembela Islam (FPI).
Menanggapi hal itu Ketua Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan
(TP3) enam laskar FPI, Abdullah Hehamahua, menilai bahwa hal itu bukan urusan
murni hukum melainkan ada unsur politik untuk menghancurkan Habib Rizieq
Shihab.
"Ini adalah skenario untuk bagaimana pokoknya untuk
menghancurkan HRS sampai 2024, sampai kemudian bisa lolos 2024 nah baru
dilepaskan. Jadi disitu ada politik unsur politik disitu," kata Abdullah
saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/4/2021).
Menurutnya, narasi untuk memojokkan Rizieq tersebut bermula
ketika Basuki Tjahja Purnama kalah di Pilkada 2017. Menurutnya, ada dendam ke
Rizieq pasca momen tersebut.
"Kenapa kalah? Karena HRS dengan 212 turun ke lapangan
ke mesjid musala. Itu lah dendam awal. Sehingga apapun harus dihabiskan,"
tuturnya.
Selain itu ia juga menyoroti adanya atribut FPI yang
dijadikan barang bukti dalam penangkapan terduga teroris di Condet, Jakarta
Timur dan Bekasi, Jawa Barat beberapa waktu lalu. Ia menduga hal itu sengaja
disusupkan.
"Jadi kalau misalnya ada bendera atau apa itu apa
susahnya? Untuk disusupkan dan seterusnya," ungkapnya.
Lebih lanjut, mantan Penasehat KPK itu juga menyoroti adanya
dugaan diskriminatif terhadap proses hukum kasus kerumunan. Ia mengatakan,
banyak kasus kerumunan lain terjadi namun hanya Rizieq yang diproses secara
hukum.
"Karena itu kami katakan bahwa kasus ini bukan kasus
pure hukum tapi kasus hukum bercampur dengan politik," tandasnya. []