SANCAnews – Sejumlah pihak mengkritik pemberian kewenangan
penunjukan Penjabat (Pj) gubernur kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penunjukan Pj gubernur akan dilakukan Jokowi jelang Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) serentak 2024 mendatang. Penunjukan ini dinilai telah merampas hak
rakyat dalam berdemokrasi.
Koordinator Gerakan Perubahan (Garpu) Muslim Arbi mengatakan,
Muslim menilai, penunjukan Pj gubernur oleh presiden jika diamati lebih seksama
sepertinya ada kepentingan politik. Di antara kepentingan politik itu adalah
untuk menghalangi Gubernur tertentu untuk kembali menjabat. Padahal yang
demikian sudah dipastikan tidak sehat dalam berdemokrasi.
"Publik pasti anggap, kepentingan politis ini pasti ada
upaya singkirkan Gubernur Anies Baswedan di Jakarta. Karena dari hasil-hasil
sejumlah survei, nama Gubernur DKI, Anies Baswedan tinggi popularitasnya,"
papar Arbi kepada Harian Terbit, Selasa (16/3/2021).
Menurutnya, untuk menghidupkan demokrasi, sambung Muslim,
maka tidak perlu ada penunjukan Pj gubernur.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia
(Formappi) Lucius Karus mengakui, penunjukan Pj gubernur oleh Presiden jelang
Pilkada serentak 2024 memang sekilas terlihat sebagai upaya perampasan hak
rakyat. Walaupun sesungguhnya bisa juga
bahwa penunjukan itu justru untuk menyelamatkan hak rakyat karena bagaimanapun
pemerintahan daerah selalu dalam relasi kekuasaan yang berhubungan dengan
pusat.
"Presiden sebagai pemimpin yang dipilih secara
demokratis tentu punya legitimasi untuk menjalankan amanat rakyat termasuk
untuk mengangkat pejabat daerah jika diperlukan dalam memberikan pelayanan
publik terhadap rakyat," ujar Lucius Karus kepada Harian Terbit, Selasa
(16/3/2021).
Apalagi, lanjutnya, penunjukan penjabat ini dijamin oleh UU,
artinya Presiden tak sewenang-wenang melakukannya hanya karena ambisi
pribadinya saja sebagai penguasa," jelasnya.
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengatakan bahwa pemberian kewenangan
penunjukan Pj gubernur kepada Presiden Jokowi telah merampas hak rakyat.
Alasannya, untuk menentukan kepala daerahnya diambil oleh pemerintah bukan atas
kehendak rakyat.
"Ini yang dinamakan merampas hak rakyat untuk menentukan
kepala daerahnya diambil oleh pemerintah. Sesuai penjelasan Mendagri diambil
oleh Presiden. Untuk masa yang lama hingga ada yang dua tahun," kata
Mardani merespons pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian
yang mengungkapkan bahwa sosok yang akan menunjuk Pj gubernur pada 2022 dan
2023 adalah Jokowi, Selasa (16/3/2021).
Dipertanyakan
Pengamat politik Rusmin Effendy juga mempertanyakan
digabungkan pesta demokrasi pileg, pilkada dan pilpres menjadi satu paket
sehingga harus ada penunjukan penjabat (Pj) gubernur. Padahal, penggabungan pileg dan pilpres pada
2019 lalu menimbulkan kekacauan.
"Patut dicurigai kalau sampai hal itu digabung karena
rezim pileg, pilpres maupun pilkada sangat berbeda. Kemaren aja menimbulkan
karut marut dan kecurangan secara masif (TSM). Apalagi nanti kalau sampai di
gabungkan kembali," ujar Rusmin kepada Harian Terbit, Selasa (16/3/2021).
Menurut Rusmin, ada maksud terselubung dari pemerintah jika
pilpres, pilkada dan pileg digabung sehingga untuk mengisi kekosongan jabatan
gubernur sehingga Mendagri akan membuat PLT sebagai pelaksana tugas.
"Kalau sampai terjadi, maka demokrasi bakal terancam semakin ugal-ugalan.
Pemerintah akan secara bebas memaksakan calon tertentu untuk memenangkan
pertarungan," ujarnya.
Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mengatakan, Presiden
Jokowi yang akan menunjuk Pj gubernur pada 2022 dan 2023. Ratusan Pj gubernur
bakal diangkat pada 2022 dan 2023 ketika masa jabatan sejumlah kepala daerah
habis lantaran pemilihan kepala daerah berikutnya baru digelar pada 2024.
"Di tingkat provinsi itu Kemendagri ajukan ke Presiden.
Presiden yang menentukan. Lalu bupati, walikota diajukan gubernurnya, diajukan
ke Kemendagri. Saya juga laporkan ke istana ke Presiden," kata Tito saat
menggelar rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen,
Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). []