SANCAnews – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan
Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut pelanggaran konstitusi bisa dilakukan
untuk melengserkan presiden yang tengah berkuasa.
Hal ini disampaikan Mahfud saat menjawab sebuah pertanyaan
dari penggunaan Media Sosial yang dia sampaikan saat melakukan wawancara di
Kompas TV.
"Bisa. Bung Karno juga dipaksa (turun) oleh Orde Baru.
Pak Harto juga dipaksa (turun) oleh reformasi. Gus Dur juga begitu. Bisa,"
kata Mahfud, Jumat (19/3).
Dalam kesempatan itu, Mahfud juga menjelaskan pelanggaran
konstitusi yang memang telah berulang kali terjadi di Indonesia. Bahkan sejak
masa pemerintahan presiden pertama, Soekarno. Pelanggaran itu terjadi saat
Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden.
"Banyak. Dari mulai Bung Karno, pada tanggal 5 Juli 59
mengeluarkan Dekrit Presiden, itu melanggar konstituante, karena Dekrit
Presiden itu membubarkan konstituante dan memberlakukan UU Dasar,"
katanya.
Namun, dia meminta masyarakat tidak heran dengan pelanggaran
konstitusi. Karena pelanggaran juga bisa dilakukan untuk menyelamatkan rakyat.
Meski begitu, dia memastikan di era kepemimpinan Presiden Joko
Widodo tak ada konstitusi yang dilanggar.
"Ndak, justru sekarang ndak. Sekarang yang mana yang
melanggar konstitusi, kita tidak akan lakukan itu. Ini saya bicara dalam
konteks teori, dan ini bukan soal baru," kata Mahfud.
Mahfud sebelumnya menyebut aturan boleh dilanggar jika
menghambat upaya penyelamatan rakyat sekalipun aturan itu adalah konstitusi
negara. Hal ini diungkap Mahfud terkait dengan penanganan Covid-19 oleh
pemerintah.
Mahfud berkata pandangannya berdasarkan adagium hukum yang
pernah dilontarkan filsuf berkebangsaan Italia, Cicero: 'Salus Populi Suprema
Lex Esto' atau keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.
"Keselamatan rakyat hukum tertinggi. Kalau kamu ingin
menyelamatkan rakyat boleh kamu melanggar konstitusi, bahkan itu
ekstremnya," kata Mahfud saat menyambangi Markas Kodam V/Brawijaya,
Surabaya, Rabu, (17/3) kemarin. (*)