SANCAnews – Secara politik penolakan pemerintah terhadap
hasil kongres luar biasa Sibolangit, Deli Serdang telah mengubur ambisi politik
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.
Demikian pendapat Direktur Eksekutif Institute for Democracy
& Strategic Affairs (Indostrategic ) A. Khoirul Umam saat berbincang dengan
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (31/3).
Kata Umam, pelajaran dari upaya gerakan pengambilalihan
kepemimpinan paksa yang dilakukan Moeldoko adalah saat ambisi politik
mengalahkan logika dan etika maka akan mengakibatkan pilihan politik kurang
tepat.
"Ketika ambisi mengalahkan logika, etika akan ditabrak,
dan pilihan-pilihan strategi juga salah kaprah" demikian kata Umam, Rabu
(31/3).
Pengamat yang juga Dosen di Universitas Paramadina itu
menilai sejak awal mantan Panglima TNI di akhir kepemimpinan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) itu salah langkah.
Menurut Umam, kekuasaan harus diperoleh dengan cara-cara yang
benar. Jika cara-cara culas yang dimainkan, maka fondasi kekuasannya akan rapuh dan mudah runtuh.
"Moeldoko telah mengubur karir politiknya sendiri. Jika
ingin berkuasa, seharusnya dia sabar dalam berproses dan memilih
langkah-langkah yang lebih baik" kata Umam.
Ia menyarankan, Moeldoko lebih baik mendirikan partai politik
ketimbang mengurusi langkah hukum usai pengajuan pengesahan hasil KBL
Sibolangit ditolak oleh Kemenkumham.
"Daripada sibuk mengurus proses hukum untuk
memperjuangkan hal yang bukan haknya, sebaiknya Moeldoko mendirikan partai
politik sendiri," tandasnya.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly
menolak pengajuan pengesahan hasil kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat
Deliserdang, Sumatera Utara yang diajukan Moeldoko yang mengklaim sebagai ketua
umum.
Yasonna mengatakan, setelah Kemenkumham meminta melengkapi
berkas hingga batas waktu yang ditentukan, Moeldoko tidak mampu melengkapi.
Beberapa syarat yang tidak mampu dipenuhi oleh pihak Moeldoko
diantaranya, mandat dari Ketua Dewan Pimpinan
Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC). []