SANCAnews – Polisi menyatakan satu dari tiga polisi terlapor
pelaku pembunuhan di luar hukum empat anggota laskar Front Pembela Islam (FPI)
telah meninggal. Pernyataan ini mengejutkan karena selama ini polisi tak
transparan dalam menangani kasus tewasnya pengawal pentolan FPI, Muhammad
Rizieq Syihab, di jalan tol Jakarta-Cikampek Kilometer 50 pada 7 Desember 2020.
Dalam konferensi pers di gedung Humas Markas Besar Kepolisian
RI di Jakarta, kemarin, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri,
Brigadir Jenderal Rusdi Hartono, menyebutkan polisi yang meninggal itu bernama
Elwira Pryadi Zendrato. Ia mengklaim Elwira wafat akibat kecelakaan tunggal di
Jalan Bukit Jaya, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Banten, pada 3
Januari 2021.
Menurut Rusdi, kecelakaan tunggal ini terjadi pada pukul
23.45 WIB. Pada saat petaka terjadi, kata Rusdi, Elwira mengendarai sepeda
motor merek Honda jenis Scoopy. Sehari setelah kejadian nahas itu, Elwira
dinyatakan meninggal. "Pada 4 Januari 2021, pukul 12.55 WIB, yang
bersangkutan dinyatakan meninggal," kata Rusdi.
Rusdi memperlihatkan salinan akta kematian Elwira dalam
konferensi pers itu. Akta kematian polisi kelahiran 9 Mei 1983 tersebut
diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta pada 22
Januari 2021 di Jakarta Selatan.
Informasi meninggalnya terlapor unlawfull killing sebenarnya
telah diungkapkan oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal
Agus Andrianto, pada Kamis lalu. Hanya, saat itu Agus tak menyebutkan nama
Elwira. “Saat gelar perkara, saya mendapat info bahwa salah satu terlapor MD
(meninggal) karena kecelakaan," kata Agus kepada Tempo.
Tak Ada Nama Elwira Pryadi Zendrato
Sumber Tempo menyebutkan ada tiga nama polisi terlapor, tapi
tak ada nama Elwira. Mereka adalah Brigadir Satu Fikri Ramadhan Tawainella,
Brigadir Kepala Faisal Khasbi Alamsyah, dan Brigadir Kepala Adi Ismanto.
Munculnya nama Elwira sebagai nama terlapor cukup mengagetkan. “Apalagi
peristiwa kecelakaan tunggal itu sudah terjadi pada awal Januari lalu, dan baru
sekarang diumumkan,” kata sumber Tempo.
Sumber ini mengungkapkan komandan yang memimpin operasi
pengejaran Rizieq dan pengawalnya pada saat itu adalah Kepala Subdirektorat
Reserse Mobil Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Handik Zusen. Seharusnya
dialah yang bertanggung jawab atas pembunuhan anggota laskar FPI itu.
Sumber tersebut mengatakan tak tersentuhnya Handik menguatkan
informasi yang beredar di kalangan kepolisian bahwa lulusan Akademi Kepolisian
pada 2003 ini mendapat perlindungan dari pejabat tinggi kepolisian. “Kasihan
para terlapor ini. Mereka polisi berpangkat rendah yang dikorbankan,” kata
sumber Tempo.
Handik belum memberikan konfirmasi perihal ini. Kepala Bidang
Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Yusri Yunus, tak menjawab permintaan
konfirmasi seputar hal ini melalui telepon dan pesan tertulis. Kepala Biro
Penerangan Masyarakat Divisi Humas, Brigadir Jenderal Rusdi Hartono, juga belum
memberikan respons. Sebelumnya, Rusdi mengatakan, “Proses penyidikan tetap
berjalan.”
Tanggapan Aktivis HAM
Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (Kontras), Rivanlee Anandar, menyebutkan fakta meninggalnya Elwira
tak lazim. Adanya jeda yang lama antara pengumuman Elwira meninggal dan
peristiwa kecelakaan tunggal semakin membuat janggal. Apalagi Elwira berstatus
sebagai terlapor atas perkara yang masih dalam penyidikan. "Upaya untuk
membongkar peristiwa yang terjadi juga tidak bisa berhenti," kata
Rivanlee, kemarin.
Menurut catatan Kontras, Bareskrim Polri terkesan tak
transparan dalam menyidik perkara ini. Salah satunya potensi menutupi
keterlibatan atasan atau aktor kunci lain dalam peristiwa ini. "Seperti
kasus lain, hanya berhenti pada aktor lapangan. Itu pun biasanya berhenti pada
mekanisme etik semata," kata Rivanlee.
Direktur Eksekutif Lokataru Kantor Hukum dan HAM, Haris
Azhar, mengatakan, selain Polri, Komnas HAM punya peran penting mengungkap
kebenaran fakta meninggalnya salah satu terlapor kasus ini. Sebab, sebelum
Bareskrim melakukan penyidikan, Komnas HAM sudah menginvestigasi kematian enam
anggota FPI itu.
Dalam investigasi itu, Komnas HAM sudah memeriksa sejumlah
personel Polda Metro Jaya yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Komnas HAM
seharusnya tahu peran Elwira dalam peristiwa berdarah tersebut. "Tapi,
jika ternyata nama Elwira tidak termasuk dalam daftar yang diperiksa Komnas
HAM, semakin menarik kasus ini," kata Haris, kemarin.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, tak bersedia
menjawab ketika dimintai konfirmasi ihwal adanya nama Elwira dalam daftar personel
Polda Metro Jaya yang sudah diperiksa Komnas. Beka hanya menegaskan bahwa
Komnas HAM sudah memeriksa semua pihak yang berkaitan dengan peristiwa ini.
“Semua aparat, baik petugas di lapangan maupun pejabat kepolisian yang terkait
dengan peristiwa tersebut, sudah kami mintai keterangan," kata Beka Ulung.
Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berharap Polri bisa memberikan informasi seterang mungkin kepada masyarakat perihal kasus pembunuhan ini. Fickar mengingatkan Polri bahwa tugas mereka bukan sekadar menjaga keamanan dan menegakkan hukum. "Polisi juga pelayan masyarakat. Jangan lupa polisi digaji lewat pajak rakyat. Jadi, transparansi harus dilakukan jika polisi ingin dipercaya rakyat," kata Fickar. []