SANCAnews – Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai bahwa
Polri berusaha untuk menutup-nutupi dan memoderasi kasus penembakan enam laskar
FPI di Tol Cikampek KM 50.
Pasalnya, banyak sekali hal-hal ganjil yang terjadi selama
berlangsungnya penyelidikan atas kasus tersebut.
“Kita memang tidak bisa langsung menyalahkan pihak
kepolisian, tapi terlalu banyak hal aneh dalam penanganan kasus tersebut,”
ujarnya dalam kanal YouTube Refly Harun, Minggu (28/3).
Refly bahkan mengatakan bahwa tak hanya penanganannya, tapi
juga tindakan menghilangkan nyawa enam laskar FPI itu sudah bermasalah.
“Tindakan pengawasan terhadap Mantan Pimpinan FPI Habib
Rizieq Shihab (HRS) itu juga bermasalah. Lalu, tindakan bentrok dengan pengawal
HRS dengan alasan membela diri juga bermasalah,” katanya.
Advokat itu menjelaskan bahwa satu-satunya klaim yang
dipaksakan oleh pihak kepolisian ke publik adalah aparat penegak hukum saat itu
melakukan pembelaan diri.
“Bagaimana mungkin pembelaan diri dilakukan ketika tidak
terjadi keseimbangan kuasa antara laskar FPI dan penegak hukum?” ujarnya.
Menurut Refly, pihak kepolisian dan laskar FPI tak memiliki
persenjataan yang seimbang, sehingga argumen pembelaan diri dari aparat menjadi
tidak logis.
“Akan tetapi, ketika mati dalam pengawasan petugas, pembelaan
diri itu menjadi sangat aneh,” ungkapnya.
Refly memaparkan bahwa memang tidak akan mudah menyelesaikan
sebuah kasus jika yang memegang kewenangan untuk melakukan penyelidikan adalah
pihak berkepentingan.
Oleh karena itu, Refly berharap agar peran Tim Pengawal
Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam Laskar FPI tidak surut.
“Selain itu, perlu juga peran Presiden Jokowi dalam membentuk tim independen untuk mengusut tuntas kasus ini. Kalau tidak selesai, pembiaran ini akan bisa disebut sebagai crime by omission,” paparnya. (glc)