SANCAnews – Perpres soal perizinan investasi minuman keras
alias Miras di 4 provinsi menuai pro kontra. Ada masyarakat yang menentang, ada
juga sebagian yang mendukung.
Misalnya tokoh NU KH Cholil Nafis, pengasuh Ponpes Cendekia
Amanah, dan juga pimpinan MUI. Cholil Nafis tegas menyebut haram.
Tapi ada juga salah satu suara yang memberi dukungan yakni
Pengasuh Pondok Pesantren Kaliwining Jember yang juga Wakil Ketua PP LAZIS NU,
Gus Ubaidillah Amin Moch.
"Masyarakat tidak perlu menanggapi secara berlebihan
tentang kebijakan ini, tinggal mengupayakan bagaimana dalam penerapannya
kebijakan ini bisa berjalan tepat sasaran, terlebih hasil dari investasi ini
menambah pemasukan bagi negara," jelas kiai lulusan Al Azhar Mesir yang
akrab disapa Gus Ubaid ini, Minggu (28/2).
Gus Ubaid memberi penjelasan, kata dia, kebijakan seperti ini jauh hari sudah pernah disuarakan oleh Mufti Mesir sekaligus Guru Besar Al-Azhar, Syekh Ali Jum’ah yang pernah memfatwakan bolehnya menjual miras bagi orang muslim di kawasan barat atau di negara-negara yang melegalkan miras, bahkan di restoran-restoran tertentu selama tidak menjualnya pada orang muslim.
Gus Ubaid juga mengutip fatwa Syekh Ali, berikut kutipan fatwa tersebut:
Dr. Ali Jum’ah, mufti Negara mesir terdahulu pernah
memfatwakan bahwa boleh bagi orang muslim untuk menjual dan memindah
(ekspor-impor) khamar di negara barat dan negara yang memperbolehkan khamar.
Dan boleh pula menawarkan khamar dan makanan minuman sejenisnya yang haram bagi
orang muslim di restoran orang muslim tapi dengan syarat tidak menawarkan dan
menjualnya pada orang muslim.
"Mufti Republik Mesir ini mengisyaratkan bahwa boleh bagi seorang muslim untuk menjual khamar pada non muslim dalam mazhabnya Imam Abu Hanifah pada kondisi-kondisi tertentu," terang dia.
Gus Ubaid juga menyampaikan, banyak masyarakat yang termakan
berita ini tanpa memperhatikan secara utuh bahwa pembukaan izin usaha miras ini
hanya berlaku di kawasan wisata yang mayoritas penduduknya berstatus non-muslim,
yakni di provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Papua.
"Sehingga peraturan ini tidak berlaku bagi kawasan
provinsi lain yang mayoritas penduduknya menganut Agama Islam," tutur dia.
Gus Ubaid menjelaskan, dalam menyikapi persoalan ini ada dua
poin yang mesti dilakukan oleh pemerintah. Pertama, Pemerintah harus
menjelaskan secara gamblang kepada rakyat tentang detail perpres ini agar tidak
menimbulkan kesalahpahaman masyarakat yang justru akan mengurangi nilai
kepercayaan masyarakat pada pemerintah.
Kedua, dalam penerapan perpres ini, pemerintah harus
melakukan pemantauan secara serius agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan, seperti produksi miras melebar ke wilayah selain
empat provinsi di atas yang akan mengakibatkan rusaknya tatanan sosial serta
kearifan lokal masyarakat setempat, terlebih pada kawasan yang terkenal
religius.
"Dengan memperhatikan dan melaksanakan secara serius
kedua poin di atas maka akan tercipta komunikasi yang baik antara pemerintah
dan rakyat," tutur dia. (*)
Maka kebijakan pemerintah dalam hal ini sebenarnya sudah ada padanannya, terlebih dalam kajian fikih klasik Imam Abu Hanifah melegalkan bagi seorang muslim untuk menjual miras pada non muslim.--Gus Ubaid