SANCAnews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali dilaporkan
masyarakat terkait kerumunan massa yang terjadi saat kunjungan kerjanya di NTT
beberapa waktu lalu.
Pelaporan dugaan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 itu
dilakukan oleh Gerakan Pemuda Islam (GPI) dengan mendatangi Bareskrim Polri,
Jumat (26/2) kemarin. Namun, laporan itu ditolak.
Sudah dua kali Jokowi dilaporkan terkait kerumunan di NTT
tersebut. Pelaporan pertama dilakukan oleh Koalisi Masyarakat
Anti-Ketidakadilan pada Kamis (25/2) dan laporan itu juga ditolak Bareskrim
Polri.
Dua laporan yang ditolak Polri itu membuat Wakil Ketua Dewan
Penasihat DPP Hanura Inas Nasrullah Zubir heran karena masih saja ada pihak
yang melaporkan Jokowi ke Bareskrim Polri.
"Heran, kok tidak banyak yang paham peraturan dan
perundang-undangan yah?," kata Inas saat dihubungi JPNN.com.
Inas menjelaskan bahwa kedatangan Jokowi ke NTT ialah
kunjungan kerja yang tentunya sudah diatur dalam perundang-undangan. Kerumunan
tersebut juga bersifat insidentil dan tidak terencana.
Jokowi sebagai kepala negara juga memiliki hak imunitas, di
mana dirinya tidak bisa dituntut secara hukum saat sedang melaksanakan tugas
negara.
"Misalnya saja, anggota DPR saja tidak bisa dituntut
secara hukum terhadap setiap ucapan dan tulisannya. Nah, apakah ada kesetaraan
hukum dalam hal ini?," ujar Inas.
"Kehadiran Presiden di NTT adalah dalam rangka kunjungan
kerja yang sudah diatur berdasarkan peraturan dan perundang-undangan, sehingga
tidak mungkin jika Presiden tidak menyapa rakyatnya," sambung Inas.
Atas dua pelaporan terhadap Jokowi tersebut, Inas meminta TNI
turun tangan untuk memastikan Presiden aman dari kelompok-kelompok tertentu
yang dapat memberikan ancaman.
"TNI melalui Paspampres perlu turun tangan terutama
meluruskan pandangan orang-orang yang masih saja berkutat dengan kesetaraan
hukum, padahal perspektifnya berbeda," ujar Inas. []