SANCAnews – Wacana pembentukan Sumatra Barat menjadi Daerah
Istimewa Minangkabau (DIM), kembali muncul ke permukaan disela polemik tentang
Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang seragam Sekolah yang terbit
usai kasus jilbab non Muslim di SMKN 2 Padang. Bahkan di media sosial, kini
berseliwearan formulir dukungan untuk Provinsi Daerah Istimewa Minangkabau
melalui aplikasi google form.
Wacana tentang Daerah Istimewa Minangkabau ini, pada mulanya
mencuat ke permukaan publik sejak tahun 2014 lalu. Adalah Dr. Mochtar Naim,
sosiolog ternama yang menjadi inisiator.
Pada saat itu, ia bersama dengan beberapa tokoh lainnya,
sempat mendeklarasikan wacana DIM ke publik. Bahkan pada 2016, Mochtar Naim dan
tim berhasil merampungkan perumusan naskah akademik RUU Perubahan Provinsi
Sumatera Barat menjadi Provinsi Daerah Istimewa Minangkabau.
Diwawancari Wartawan usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat
(RDP) di DPRD Sumatra Barat Kamis 19 Februari 2021, Politisi Partai Amanat
Nasional (PAN) yang juga anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus, mendukung
keinginan itu dan upaya masyarakat terkait dengan pembentukan Daerah Istimewa
Minangkabau.
Meski demikian, ia berharap dan meminta kepada tokoh Sumbar
yang punya pemikiran sama agar dapat seiring selangkah datang ke DPR untuk
menyampaikan aspirasinya.
“Saya dukung keinginan dan upaya masyarakat itu. Saya minta
kepada tokoh masyarakat Sumbar ini, agar seiring selangkah datang ke DPR
menyampaikan aspirasinya, tidak hanya saya,” kata Guspardi.
Menurut Guspardi, saat ini di Komisi II sedang dilakukan
perevisian terhadap UU Provinsi. Karena, UU itu tidak cocok lagi pada masa
dewasa ini. Karena, UU pembentukan Provinsi termasuk Sumbar itukan berdasarkan
RIS tahun 1958.
Karena kita Negara berdasarkan UUD 1956, tentunya harus
mengacu pada itu. Sudah ada komitmen Komisi II untuk semua Provinsi yang sudah
habis masa waktunya seperti Papua yang berakhir pada 2021.
“Saya adalah anggota pansus daripada UU provinsi Papua.
Sumbar juga merupakan prioritas bagi Komisi II, termasuk juga NTB, NTT dan
Bali. Dan memang, DIM sebelumnya sudah diprakarsai oleh pak Mochtar Naim agar
bagaimana Sumbar ke depan, didasari oleh undang-undang nya itu berdasarkan
Daerah Istimewa Minangkabau,” ujar Guspardi.
Guspardi menyampaikan, saat ini Bali juga akan diberikan hak
istimewanya dengan kekhasan pariwisatanya. Nah, kita sebetulnya lebih prioritas
sebetulnya jika dibandingkan dengan Bali. Karena, kita satu-satunya masyarakat
yang berdasarkan matrilineal. Kemudian, kekhasan adatnya itu berkulindan dengan
agama .
“Nggak ada yang begini rata-rata. Coba lihat dimanapun
Provinsi lain. Ini adalah kekhasan. Kalau di Minang, kalau dia orang Minang
pasti Islam, kalau dia keluar dari Islam, dia tidak Minang lagi. Itu adalah kekhasan
yang dibuat. Jangan marah orang lain dengan apa yang sudah menjadi jati diri
Minang itu. Kan, ada juga yang memplesetkan dikatakan Ham, lah apa lah.
Khebinekaan harus dihargai,” tutup Guspardi. []