SANCAnews – Antonius Benny Susetyo membantah pernyataannya
yang mengkritisi kinerja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait banjir
diberikan dengan atribusi sebagai Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP.
Romo Benny, begitu Ia disapa, mengaku keberadaannya dalam
video di YouTube Chanel Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN) sebagai budayawan.
“Saya diminta pandangan sebagai budayawan, kan saya banyak
menulis mengenai keadaban alam sejak 1997 di media massa,” kata Romo Benny
melalui pesan singkat, Selasa (23/2/2021).
“Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN), minta maaf salah mengkutip
atribut saya,” tambah Romo Benny.
Sementara itu, Lembaga Rumah Kebudayaan Nusantara melalui
keterangan tertulis menyampaikan hal senada kepada Kompas.TV. Dalam
klarifikasinya, RKN mengaku salah menuliskan atribusi Antonius Benny Susetyo.
“Dalam video tersebut, RKN Media keliru menulis jabatan Romo
Benny sebagai Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila
(BPIP). Dalam hal ini, kapasitasnya (Romo Benny red) sebagai budayawan,” jelas
Wakil Ketua RKN Media, Filipus Reza.
“Atas dasar itu, Rumah Kebudayaan Nusantara menyampaikan
permohonan maaf kepada Romo Benny Susestyo atas kekeliruan menulis jabatan
sebagai anggota BPIP,” tambah Filipus Reza.
Sebelumnya, Kompas.TV menuliskan berita tentang pernyataan
Romo Benny terkait banjir Jakarta. Romo Benny mengatakan Gubernur DKI Jakarta
Anies Baswedan seharusnya bisa belajar dan memperbaiki yang kurang dari
kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam penanganan banjir.
“Apa yang dilakukan Ahok harus dilanjutkan seharusnya.
Sehingga penataan kota Jakarta dalam mengatasi masalah banjir itu menyeluruh
tidak parsial dan tidak sifatnya politis. Kalau sifatnya politis, ga akan
selesai-selesai,” ujar Benny Susetyo seperti dikutip Kompas.TV, Senin
(22/2/2021).
“Jangan kebijakan yang baik itu karena berbeda pandangan
politik tidak diteruskan. Harusnya sesuatu yang sudah didesain dan memberi
manfaat bagi keselamatan bagi banyak orang yang dilanjutkan,” tambah Benny.
Bagi Benny, persoalan banjir Jakarta juga terjadi karena
tidak adanya political will dalam pengentasannya.
“Kalau ada kemauan politiknya dari pemimpinnya, elit-elitnya,
maka penyelesaian banjir ini bisa diselesaikan tidak sektoral, tetapi
menyeluruh,” kata Benny.
“Menyeluruh artinya harus ada sistem drainase ya, harus ada
sistem pengaturan debit ya, maka harus dibangun bendungan,” imbuh Benny.
Benny menuturkan, zaman Ahok memimpin dalam upaya penanganan
banjir Jakarta dilakukan pengerukan dan pembersihan drainase. Kemudian,
pembersihan selokan hingga banyak pasukan oranye dan kuning yang siaga ketika
curah hujan melebihi kapasitas.
“Ini kan masalah mendasarnya adalah bagaimana kebijakannya
tidak pernah continue, dan tidak pernah kita serius mengatasi banjir Jakarta ini.
Selama tidak ada keseriusan mengatasi banjir di Jakarta, ya akan terus
terjadi,” ujarnya. (*)