SANCAnews – Paguyuban Korban Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan tiga kelompok yang paling sering menggunakan UU ITE untuk melaporkan ke polisi. Peringkat pertama adalah pejabat pemerintah, pengusaha dan polisi.
“Menurut data yang kami terima orang yang paling banyak
menggunakan Undang-undang ITE ini tiga klaster tersebut,” kata Koordinator PAKU
ITE, Muhammad Arsyad dalam diskusi daring, Jumat, 19 Februari 2021.
Arsyad mengatakan pejabat pemerintah berada di posisi
pertama. Dia mengatakan pejabat banyak yang menggunakan Undang-undang ITE
ketika ada warga yang mengkritiknya di media sosial. “Karena banyak masyarakat
yang mengkritik program dan kinerja di pemerintah pusat atau daerah,” kata
Arsyad.
Sementara, pengusaha ada di peringkat kedua pihak yang paling
banyak menggunakan UU ITE dalam laporan ke polisi. Dia mengatakan pengusaha
memiliki kekuatan finansial, sehingga lebih mudah memanfaatkan pasal karet di
beleid itu.
Dia mencontohkan seorang buruh yang mengkritik perusahaan di
media sosial. Lalu, pihak perusahaan melaporkannya ke polisi dengan UU ITE. Laporan
itu, kata dia, menjadi alat tawar agar si buruh tidak lagi mengkritik. “Jadi
alat tawar agar buruh menurunkan tuntutannya,” kata dia.
Terakhir, kata dia, adalah penegak hukum. Dia mencontohkan
kasus jurnalis Dhandy Laksono dan aktivis Ravio Patra yang ditangkap polisi
atas aduan dari polisi itu sendiri.
Arysad dan PAKU ITE meminta agar pemerintah dan DPR merevisi
UU ITE. Bahkan dia menuntut Undang-undang ITE dicabut. “Kalau UU itu masih ada,
maka kemungkinan untuk melakukan diskrimnasi atau pembungkaman itu akan selalu
ada,” kata dia. (*)