SANCAnews – Tindakan Bareskrim Polri yang dua kali menolak
laporan kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan terkait kerumunan massa saat
Presiden Joko Widodo membagi-bagikan hadiah dalam kunjungan kerja (kunker) di
NTT, beberapa waktu lalu mendapat sorotan banyak pihak.
Eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman turut
angkat bicara menanggapi tindakan polisi yang menolak dua laporan dugaan kasus
prokes Covid-19 Presiden Jokowi. Menurutnya, tindakan itu membuktikan
ketidakadilan dalam penegakan hukum.
"Itulah bukti kesekian kalinya bahwa hukum tajam ke
bawah tumpul ke atas," ucap Munarman saat dihubungi Suara.com, Sabtu (27/2/2021)
malam.
Dia pun menganggap jika polisi masih tebang pilih dalam
menerima laporan kasus terutama yang melibatkan elite-elite di pemerintahan.
"Sudah hancur semua sendi-sendi hukum akibat praktek
penegakkan hukum yang tebang pilih," kata dia.
Ia menilai apabila pihak kepolisian enggan mengusut pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan Jokowi, maka Habib Rizieq Shihab harus segera dibebaskan.
Saat ini Rizieq masih mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri karena dianggap melanggar aturan protokol kesehatan Covid-19.
"Harusnya Habib Rizieq (HRS) segera dibebaskan, bila
aparat hukum tidak bisa menangkap pelanggar prokes di NTT tersebut," kata
Munarman.
Sebelumnya, Bareskrim Polri menolak laporan Pimpinan Pusat
Gerakan Pemuda Islam (PP GPI) terkait adanya dugaan pelanggaran protokol
kesehatan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi dan Gubernur
Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat. PP GPI diminta untuk membuat
laporan secara resmi.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Bidang Hukum dan HAM PP GPI
Fery Dermawan. Fery menyebut barang bukti yang telah mereka bawa pun tidak
diterima alias dikembalikan oleh petugas Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu
(SPKT) Bareskrim Polri.
"Intinya tadi kami sudah masuk ke dalam ini laporan
masuk tapi tidak ada ketegasan di situ. Jadi intinya bukti kita dikembalikan,
hanya ada pernyataan bahwasannya ini untuk diajukan secara resmi kembali,"
kata Fery di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat
(26/2/2021).
Menurut Fery, petugas SPKT tidak secara tegas menyatakan
menolak laporan yang hendak pihaknya layangkan. Namun, dia memastikan bahwa
mereka tidak menerima surat tanda terima berupa Nomor Laporan Polisi (LP) dari
petugas SPKT Bareskrim Polri.
"Ini tidak ada nomor LP. Saya tidak berani menyatakan
ini ditolak karena disaat saya meminta ketegasan apakah ini ditolak? Tidak ada
jawaban ini ditolak. Intinya silakan bikin laporan secara resmi, itu jawaban
yang kami terima. Jelas kami tidak puas dengan jawaban ini," ujarnya.
Dua Kali Tolak Laporan
Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan sebelumnya telah lebih
dahulu membuat laporan serupa ke Bareskrim Polri. Laporan itu dilayangkan oleh
Ketua Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan Kurnia pada Kamis (25/2) kemarin.
Ketika itu Kurnia hendak melaporkan Jokowi yang dituding
telah melanggar protokol kesehatan. Menurutnya, Jokowi juga abai terhadap
protokol kesehatan lantaran membagikan cinderamata ketika kerumunan massa
penyambutnya terjadi NTT.
Hanya saja, petugas Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu
(SPKT) Bareskrim Polri tak menerbitkan Surat Laporan Polisi terkait laporan
dari Kurnia seperti halnya kepada PP GPI. Ketika itu, kata Kurnia, petugas SPKT
hanya menyarankan pihaknya membuat surat laporan tertulis yang kemudian diberi
stampel oleh bagian Tata Usaha dan Urusan Dalam (TAUD).
"Pihak kepolisian yang tidak mau menerbitkan Laporan
Polisi atas laporan kami terhadap terduga pelaku tindak pidana pelanggaran
kekarantinaan kesehatan yakni sang presiden," kata Kurnia kepada wartawan,
Kamis (25/2/2021).
Kurnia pun mengaku kecewa. Sekaligus, mempertanyakan asas
persamaan kedudukan di hadapan hukum kepada Polri berkaitan dengan kasus
tersebut. "Kami mempertanyakan asas persamaan kedudukan di hadapan hukum
(equality before the law) apakah masih ada di republik ini?,"
pungkasnya. []