SANCAnews – Wacana merevisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) kian kencang bergulir. Usulan
tersebut bahkan dipintakan langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Sejatinya Jokowi meminta DPR merevisi UU ITE lantaran
keberadaan sejumlah pasal karet yang menjasi musabab masyrakat saling membuat
laporan ke polisi.
Terkait itu, Analis Politik dari Exposit Strategic, Arif
Susanto melihat ada tujuan lain dari keinganan orang nomor satu tersebut.
Di mana, menurut Arif wacana revisi UU ITE tidak terlepas
dari barter politik dengan revisi UU tentang Pemilu yang belakangan ditolak
pemerintah untuk dilanjutkan dalam pembahsan. Berbeda dengan UU ITE, revisi UU
Pemilu saat ini masuk dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas)
prioritas 2021, kendati belum disahkan oleh DPR.
"Kita patut mengkhawatirkan bahwa rencana revisi ini
menjadi bagian dari barter politik. Revisi Undang-Undang ITE ini tidak masuk
dalam prolegnas yang sebelumnya sudah akan disahkan DPR tapi kemudian ditunda
entah sampai kapan. Salah satunya terkait dengan penundaan revisi Undang-Undang
Pemilu yang nasibnya sampai hari ini masih kabur," tutur Arif dalaam
diskusi daring Gerakan untuk Indonesia Adil dan Demokratis (GIAD), Jumat
(19/2/2021).
Selain khawatir adanya upaya barter politik, Arif memandang
menjadi wajar dan layak apabila masyarakat kemudian curiga bahwa pernyataan
Jokowi mengenai pentingnya revisi UU ITE hanya dijadikan sebagai alat
pencitraan politik.
"Kenapa demikian? Pemerintahan ini babak belur, bahkan
di awal tahun 2021 ini berjalan kira-kira satu setengah bulan tapi sudah ada
lima peristiwa yang yang tadi saya sebutkan. Mulai dari sorotan dunia
internasional sampai pada kritik dari publik yang nyaris tidak menunjukan bahwa
pemerintah mampu membuat capaian yang bagus," kata Arif.
"Kalau-kalau kita pertanyakan apa capaian pemerintah
yang sudah bisa kita banggakan dalam satu setengah bulan terakhir? Hampir tidak
ada, yang muncul justru adalah kritik-kritik termasuk hasil survei yang
menunjukan bahwa ada yang keliru dengan cara pemerintah mengelola
kekuasaannya," tandas Arif. []