SANCAnews – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo
memerintahkan jajaran Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri untuk
membentuk virtual police atau polisi dunia maya. Instruksi ini untuk
meminimalisasi penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE).
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes
Ahmad Ramadhan mengatakan tim polisi dunia maya ini akan mengedepankan edukasi
penggunaan ruang siber di masyarakat serta mengutamakan imbauan sebelum
penindakan.
“Tujuannya untuk memberikan edukasi kepada masyarakat melalui
media sosial mengenai Undang-Undang ITE," kata Ramadhan dikutip dari
Youtube Humas Polri pada Jumat, 19 Februari 2021.
Maka itu, Ramadhan mengatakan Polri akan berkoordinasi juga
dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk membentuk satuan
khusus digital. Dengan demikian, polisi dunia maya nantinya sebelum melakukan
penindakan akan menegur pelanggar terlebih dulu.
“Serta memberikan penjelasan potensi pelanggaran pasal-pasal
sekian, ancaman-ancaman apa yang terkait dengan Undang-Undang ITE, memberikan
apa yang sebaiknya dilakukan. Jadi, sifatnya lebih kepada edukasi atau imbauan,
dan kita koordinasi dengan Kominfo," jelasnya.
Namun, dia tak mau menjelaskan kasus-kasus dugaan pelanggaran
Undang-Undang ITE yang sudah berjalan atau ditangani kepolisian saat ini.
Contoh kasus itu seperti laporan terhadap pegiat media sosial Abu Janda atau
Permadi Arya.
“Saya tidak bicara kasus tersebut. Secara umum, Kapolri telah
menginstruksikan agar memberikan perhatian terhadap kasus-kasus terkait UU ITE,
selama 6 tahun terakhir ini menjadi pembahasan di tengah masyarakat. Jadi,
bukan hanya kasus itu. Tentunya kasus-kasus tersebut menjadi perhatian pimpinan
Polri,” lanjut dia.
Menurut dia, penyidik Polri dalam menerapkan pasal-pasal
pidana prinsipnya secara profesional, proporsional dan transparansi. Maka itu,
Kapolri Listyo memberikan instruksi kepada jajarannya untuk membuat panduan
tentang penyelesaian kasus-kasus yang menerapkan UU ITE.
“Pedoman tersebut nantinya akan dijadikan pegangan bagi para
penyidik Polri di lapangan saat menerima laporan. Sehingga, penyidik harus
melakukan penelitian sebaik-baiknya. Laporan yang sifatnya aduan, dibuat yang
melapor harus korbannya, jangan diwakilkan. Jadi, kalau korbannya B, maka
pelapornya B bukan A," katanya.
Sementara, Ramadhan menekankan sikap Polri untuk kasus dugaan
ujaran kebencian, SARA, hoax dan berpotensi yang meresahkan masyarakat atau
menimbulkan konflik horizontal serta memecah belah bangsa. Ia bilang penegakan
hukum harus dilakukan dengan tegas atau mutlak.
“Jadi, Bapak Kapolri memperhatikan untuk kasus-kasus yang
berpotensi menimbulkan konflik, memecah belah. Maka, penegakan hukum sifatnya
mutlak,” ujarnya. []