Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab diborgol./ Ist



Jakarta, SN – Habib Rizieq Shihab menyoroti persoalan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan yang digunakan polisi untuk mendakwanya sebagai tersangka kasus kerumunan massa. Pernyataan tersebut disampaikan tim kuasa hukum Habib Rizieq dalam sidang praperadilan perdana yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (4/1/2021) hari ini.

 

Kuasa hukum Habib Rizieq, Muhammad Kamil Pasha, menyatakan pasal itu dimasukkan semata-mata untuk menahan Rizieq Sihab. Pasalnya, Habib Rizieq sangat getol mengkritisi situasi saat ini.

 

"Bahwa patut diduga pengenaan Pasal 160 KUHP kepada Pemohon (Rizieq), diselipkan agar semata dijadikan dasar oleh Termohon I, sebagai upaya untuk menahan Pemohon yang selama ini kritis mengkritik ketidakadilan yang terjadi selama ini," kata Kamil Pasha di ruang sidang.

 

Pasha menerangkan, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7/PUU-VII/2009 telah mengubah rumusan delik penghasutan dalam Pasal 160 KUHP dari delik formil menjadi delik materiil. Dalam hal itu,  seseorang yang melakukan penghasutan baru bisa dipidana bila berdampak adanya pihak yang terhasut.

 

"Dan berujung pada terjadinya tindak pidana lain sebagai akibat, seperti kerusuhan atau suatu perbuatan anarki," sambungnya.

 

Kamil Pasha melanjutkan,  pengenaan Pasal 160 KUHP sebagai delik materiil terhadap pemohon haruslah pula disandarkan pada bukti atau alat bukti materiil. Jadi, bukan semata- mata berdasarkan selera termohon.

 

"Bukti materiil tersebut haruslah menyatakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana yang sudah diputus oleh pengadilan dan telah berkuatan tetap, sebagai akibat yang dihasilkan oleh adanya suatu hasutan," jelas dia, dikutip Suara.com. 

 

Dengan demikian, kubu Rizieq meminta agar seluruh permohonan praperadilan diterima seluruhnya. Tak hanya itu, mereka meminta pada pihak termohon agar menerbitkan surat perintah penghentian perkara (SP3).

 


Berikut 7 poin yang disampaikan kubu Rizieq:

1.Menerima permohonan praperadilan Pemohon untuk seluruhnya;

2.Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/4604/XI/2020/Ditreskrimum tanggal 26 November 2020, dan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/4735/XII/2020/Ditreskrimum tanggal 9 Desember 2020 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat;

3.Menyatakan Penyidikan yang dilaksanakan oleh Termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 93 UU RI No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 216 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya Penyidikan aquo tidak mempunyai kekuatan mengikat.

4.Menyatakan penetapan tersangka kepada pemohon yang dilakukan Termohon beserta jajarannya adalah tidak sah, tidak berdasar hukum, dan oleh karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

5.Menyatakan segala penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon dalam hal ini surat perintah penangkapan nomor : SP.Kap/2502/XII/2020/Ditreskrimum tanggal 12 Desember 2020, dan surat perintah penahanan nomor : SP.Han/2118/XII/2020/Ditreskrimum tanggal 12 Desember 2020 adalah tidak sah dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat.

6.Memerintahkan Termohon untuk mengeluarkan Permohon dari tahanan serta merta sejak putusan a quo dibacakan.

7.Memerintahkan kepada Termohon untuk menerbitkan surat perintah penghentian perkara (SP3).


Label:

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.