Jakarta, SN – Pemerintah secara resmi melarang semua
aktivitas Front Pembela Islam (FPI). Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan Mahfud Md menyampaikan alasan FPI tidak memiliki kekuatan hukum
sebagai organisasi karena telah bubar sejak 21 Juni 2019.
Selama tak ada kekuatan hukum itu, FPI tetap melakukan
kegiatan dan ada yang melanggar hukum, “Tak ada legal standing. Kalau ada yang
mengatasnamakan FPI, itu tidak ada dan harus ditolak,” ujar Mahfud.
Keputusan pelarangan FPI dituangkan dalam Surat Keputusan
Bersama atau SKB 6 Menteri dan Pimpinan Lembaga. Presiden Joko Widodo atau
Jokowi disebut-sebut telah menyetujui pembubaran organisasi tersebut.
Dalam pemberitaan Majalah Tempo edisi 9 Januari 2021,
sejumlah pejabat pemerintah yang mengetahui proses keluarnya SKB tersebut
mengatakan pelarangan FPI adalah keinginan Presiden Jokowi.
Terutama setelah pentolan FPI, Rizieq Shihab-menghabiskan
waktu 3,5 tahun di Arab Saudi-dijemput puluhan ribu pendukungnya di bandar
udara. Beberapa acara yang digelar atau dihadiri Rizieq, baik di markas FPI di
Petamburan, Jakarta, maupun Megamendung, Bogor, turut menimbulkan kerumunan.
Dirapat kabinet terbatas yang digelar Senin, 16 November
2020, misalnya, Jokowi meminta kepolisian bertindak lebih tegas terkait
kerumunan massa akibat kegiatan Rizieq. Imam Besar FPI itu kini mendekam di sel
Polda Metro Jaya karena menjadi tersangka kerumunan.
Niat melarang FPI semakin bulat setelah Jokowi mendapat
pengaduan dari kalangan pengusaha. Juru bicara kepresidenan Fadjroel Rachman
tak menjawab panggilan telepon dan pesan yang dikirim tim Majalah Tempo.
Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Edward Omar Sharif membenarkan bahwa SKB sudah dikomunikasikan dengan Presiden.
Apa cerita lengkapnya? Baca di Majalah Tempo edisi "Dari Keraton Menyapu
Petamburan" [gelora]