Pencabutan
spanduk baliho Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab / Ist |
Jakarta, SN
– Hamdan Zoelva, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) angkat bicara terkait
keputusan pemerintah membubarkan Front Pembela Islam (FPI) melalui Surat
Keputusan Bersama enam pejabat negara setingkat menteri.
"Membaca
dengan seksama keputusan pemerintah mengenai FPI, pada intinya menyatakan Ormas
FPI secara de jure bubar karena sudah tidak terdaftar. Melarang untuk melakukan
kegiatan dengan menggunakan simbol atau atribut FPI, dan Pemerintah akan
menghentikan jika FPI melakukan kegiatan," tulis Hamdan di akun twitter
@hamdanzoelva yang dikutip, Senin, 4 Desember 2021.
“Maknanya,
FPI bukan ormas terlarang seperti PKI, tetapi organisasi yang dinyatakan bubar
secara hukum dan dilarang melakukan kegiatan yang menggunakan lambang atau
simbol FPI,” ujarnya.
Hamdan
menjelaskan dibubarkannya FPI oleh pemerintah di seluruh Tanah Air tentunya
berbeda dengan PKI.
“Beda dengan
Partai Komunis Indonesia yang merupakan partai terlarang dan menurut UU 27/1999
(Pasal 107a KUHPidana) menyebarluaskan dan mengembangkan ajaran Komunisme/
Marxisme-Leninisme, adalah merupakan tindak pidana yang dapat dipidana,”
jelasnya.
Karena itu,
ia mengkritisi maklumat Kapolri yang melarang mengakses konten dan simbol FPI.
Karena menurutnya tak ada ketentuan pidana mengenai konten FPI.
“Tidak ada
ketentuan pidana yang melarang menyebarkan konten FPI karenanya siapa pun yang
mengedarkan konten FPI tidak dapat dipidana. Sekali lagi objek larangan adalah
kegiatan yang menggunakan simbol atau atribut FPI oleh FPI,” jelasnya.
Tak hanya itu ia menjelaskan tiga jenis ormas berdasarkan putusan MK, “Menurut Putusan MK No. 82/PUU-XI/2013, ada tiga jenis ormas yaitu Ormas berbadan Hukum, ormas Terdaftar dan Ormas Tidak terdaftar. Ormas tidak terdaftar tidak mendapat pelayanan pemerintah dalam segala kegiatannya, sedangkan ormas terdaftar mendapat pelayanan negara,” paparnya.
Tak hanya
itu menurutnya undang-undang juga tidak mewajibkan suatu ormas harus terdaftar
di pemerintah.
“UU tidak
mewajibkan suatu ormas harus terdaftar atau harus berbadan hukum. Karena hak
berkumpul dan berserikat dilindungi konstitusi. Negara hanya dapat melarang
kegiatan ormas jika kegiatannya mengganggu keamanan dan ketertiban umum atau
melanggar nilai-nilai agama dan moral,” jelasnya.
“Negara juga
dapat membatalkan badan hukum suatu ormas atau mencabut pendaftaran suatu ormas
sehingga tidak berhak mendapat pelayanan dari negara jika melanggar
larangan-larangan yang ditentukan UU,” tambahnya.
Ia kembali
menegaskan, “Negara dapat melarang suatu organisasi jika organisasi itu
terbukti merupakan organisasi teroris atau berafiliasi dengan organisasi
teroris, atau ternyata organisasi itu adalah organisasi komunis atau organisasi
kejahatan,” katanya. (Viva)