Jakarta, SN
– Draf revisi Undang-undang (UU) tentang Pemilu yang masuk dalam program
legislasi nasional (prolegnas) prioritas DPR tahun 2021 mengatur larangan bagi
eks anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menjadi calon peserta pemilihan
legislatif (Pileg), pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan kepala daerah
(Pilkada).
Aturan itu
kini ditulis secara gamblang atau tersurat seperti seperti larangan bekas eks
Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dilarang berpartisipasi sebagai peserta
pemilu. Selama ini, larangan bagi eks HTI tak pernah ditulis secara tersurat
dalam UU Pemilu dan UU Pilkada.
Merujuk Pasal 182 Ayat (2) huruf jj dalam draf revisi UU Pemilu yang diterima CNNIndonesia.com, diatur persyaratan pencalonan bagi peserta pemilu bukan bekas anggota HTI, "Bukan bekas anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)," bunyi pasal 182 Ayat (2) tersebut.
Selain itu,
pada Pasal 311, Pasal 349 dan Pasal 357 draf revisi UU Pemilu juga mewajibkan
para calon presiden dan calon kepala daerah wajib melampirkan persyaratan
administrasi berupa surat keterangan dari pihak kepolisian sebagai bukti tak
terlibat organisasi HTI.
"Surat
keterangan tidak terlibat organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
dari kepolisian," bunyi pasal tersebut.
HTI sendiri
sudah menjadi ormas terlarang di Indonesia. Status itu sesuai dengan Surat
Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang
pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang
pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.
Pencabutan badan hukum HTI merupakan tindak lanjut dari penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Dalan draf revisi UU Pemilu juga diatur bahwa pilkada berikutnya akan digelar pada 2022 dan 2023 mendatang.
Pilkada 2022
dihelat di daerah yang mana gubernur, bupati dan wali kota sudah menjabat sejak
2015. Salah satu daerah yang akan menggelar pilkada 2022 adalah Provinsi DKI
Jakarta.[]