Jakarta, SN – Sidang lanjutan kasus dugaan penyebaran berita
hoax dengan terdakwa aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI),
Jumhur Hidayat telah dimulai di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis
siang (28/1).
Namun demikian, wartawan tidak diperbolehkan masuk oleh dua
petugas Kepolisian yang berjaga di pintu Ruang Sidang Utama Prof. H. Oemar Seno
Adji.
Merespon hal itu, pengamat hukum Universitas Al Azhar
Indonesia, Suparji Ahmad mengatakan seharusnya persidangan menjadi rang terang
benderang.
Kata Suparji, persidangan Jumhur adalah ruang pembuktian
dakwaan, sehinga penasehata memiliki hak untuk melakukan pembelaan.
Suparji mencatat ada keanehan dalam penanganan kasus yang
menjerat Jumhur. Padahal perkara bermula dari ekspresi untuk menyampaikan
pendapat tapi menimbulkan pertanggungjawaban pidana.
"Sebagian publik mempertanyakan ketika tersangka
diborgol seperti layaknya memperlakukan tersangka teroris atau tipikor,"
demikian kata Suparji kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (28/1).
Lebih lanjut Suparji menjelaskan alasan persidangan yang
membatasi peliputan media karena ruangan tidak cukup makin mengindikasikan ada
keanehan.
"Adanya pembatasan liputan media dengan alasan ruangan
tidak cukup juga menambah keanehan perjalanan perkara ini," tandasnya.
Suparji mengatakan yang paling mendasar dari penegakan hukum
terhadap pihak yang bersuara kritis terhadap setiap kebijakan dan regulasi.