Peneliti Indef, Bhima Yudhistira/Net |
Jakarta, SN – Kebijakan baru Menteri Keuangan, Sri Mulyani
Indrawati, yang memajaki penjualan pulsa, kartu perdana hingga token dan vouher
mendapat kritik dari Institute for Development of Economics and Finance
(Indef).
Pasalnya, kebijakan tersebut bertolak belakangan dengan
negara lain yang justru memberikan subsidi bagi masyarakat di tengah situasi
pandemi Covid-19 sekarang ini.
"Di negara lain justru ada subsidi besar-besaran dari
pemerintahnya kepada pelaku usaha dan masyarakat. Sementara kok Indonesia
berkebalikan," ujar peneliti Indef, Bhima Yudhistira, saat dihubungi
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (29/1).
Bentuk subsidi yang diberikan negara lain kepada
msyarakatnya, disebutkan Bhima adalah pulsa gratis. Sementara untuk perusahaan
telekomunikasi berupa intensif pajak untuk pegembangan dan pembangunan
infrastruktur jaringan.
"Masyarakat diberikan subsidi internet gratis. Kemudian
juga perusahaan telekomunikasi diberikan intensif, sehingga dia melakukan
ekspansi seperti pembanguanan jaringan-jaringan internet baru yanga ada di
daerah-daerah terpencil atau terluar," ungkap Bhima.
"Itu yang dilakukan negara-neagara lain di tengah
situasi resesi dan pandemi," sambungnya.
Oleh karea itu, Bhima menyimpulkan kebijakan Sri Mulyani
kontraproduktif dengan situasi pandemi Covid-19. Justru, pengenaan pajak pulsa
hingga token ini akan memperberat kondisi ekonomi rakyat.
"Kebijakan ini tidak memberikan stimulus di tengah
situasi saat ini. Sehingga ini dianggap menjadi beban baru bagi
masyarakat," demikian Bhima Yudhistira.
Pengenaan Pajak Pertamabahan Nilai (PPN) penjualan pulsa,
kartu perdana, token listrik dan voucher tertuang dalam aturan (beleid) yang
dikeluarkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, yaitu Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No.6/PMK.03/2021.
Dalam beleid tersebut dijelaskan, pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan
penjualan pulsa, kartu perdana, token listrik dan voucher dikenakan kepada
pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi dan penyelenggara distribusi.
Selain itu, penyerahan token listrik juga dikenai PPN kepada
penyedia tenaga listrik. Sementara, Jasa Kena Pajak (JKP) atau penyelenggara
layanan transaksi terkait jenis barang ini juga dikenai PPN.
Klasifikasi penyelenggara layanan transaksi yang dikenai
pajak antara lain terkait distribusi token oleh penyelenggara distribusi dan
jasa pemasaran dengan media voucher.
Selain itu, JKP lainnya adalah jasa penyelenggara transaksi
permbayaran terkait dengan distribsi voucher oleh penyelenggara voucher dan
peyelenggara distribusi, serta jasa penyelenggara program loyalitas dan
penghargaan pelanggan.
Adapun, untuk masa pemberlakukan dari beleid ini ditetapkan
Sri Mulyani mulai tanggal 1 Februari 2021 mendatang. (sanca)