Wakil Ketua
Umum MUI Anwar Abbas/Ist |
Jakarta, SN – Waketum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyatakan bahwa masyarakat Indonesia telah sepakat untuk tidak setuju dengan radikalisme dan intoleransi. Namun, ia melihat ada pihak yang membesar-besarkan masalah tersebut, meski Anwar Abbas merasa Republik Indonesia masih aman.
"Karena
masyarakat kita sudah terdidik dan sudah tahu mana yang baik dan mana yang
buruk bagi bangsa dan negaranya," katanya kepada SINDOnews, Minggu
(3/1/2021).
Anwar sangat
menyayangkan kenapa energi pemerintah nyaris terkuras untuk menghadapi masalah
radikalisme dan intoleran. Padahal masalah-masalah lain yang sangat penting
diseriusi pemerintah malah agak terabaikan.
Misalnya
masalah COVID-19, di mana korban yang sakit dan meninggal masih sangat tinggi bahkan
memperlihatkan kecenderungan semakin meningkat. Lalu masalah ekonomi, di mana
masyarakat tidak bebas keluar rumah akibat COVID-19, sehingga roda perekonomian
terganggu bahkan resesi yang menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan dan
pengangguran.
"Sehingga
telah mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat dan hal ini tentu saja akan
membuat dunia usaha telah mengalami kesulitan," katanya.
Ketua PP
Muhammadiyah itu menambahkan, lemahnya penegakan hukum juga menjadi masalah
yang patut diperhatikan. Masyarakat bingung mencari dan mendapatkan keadilan
karena penerapan hukum tampak sekali tebang pilih. Sangat tajam ke bawah,
tetapi tumpul ke atas.
Permasalahan
lainnya adalah meningkatnya pengaruh China yang sangat luar biasa. Pemerintah
daerah yang merupakan penguasa tertinggi di daerahnya juga tidak bisa berbuat
apa-apa. Kondisi ini berpotensi membuat tenaga kerja asing dari China bisa
dengan mudah dan bebasnya keluar masuk ke daerah dalam jumlah besar. Padahal
rakyat di daerah banyak yang menganggur dan butuh pekerjaan.
"Kelima
masalah kemakmuran. Di dalam Pasal 33 UUD 1945 kita diamanati untuk menciptakan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, ternyata jumlah orang miskin di negeri ini
masih sangat besar yaitu sekitar 24 juta orang sebelum COVID dan setelah COVID
jumlah fakir miskin di negeri ini tentu bertambah apalagi sekitar 80% dari
usaha mikro itu tidak lagi punya tabungan dan modal untuk melanjutkan
usahanya," ujarnya.
Oleh karena,
Anwar meminta pemerintah betul-betul serius dan fokus mengatasi masalah
COVID-19, ekonomi, penegakan hukum, dan pembatasan tenaga kerja asing terutama
yang berasal dari negara China atau Tiongkok.
Jika
masalah-masalah ini tidak bisa ditangani dengan baik, maka Indonesia akan
menghadapi masalah yang lebih besar dan ruwet, berupa terjadinya krisis sosial.
"Untuk
itu kerja sama dan saling pengertian yang baik antara pemerintah dan masyarakat
tentu jelas menjadi sesuatu yang sangat-sangat dituntut dan diharapkan agar
negeri ini bisa secepatnya keluar dari berbagai masalah yang benar-benar sudah dan
telah cukup lama melilit dan mendera kita semua," katanya. []