VERSI POLISI:
Adegan rekonstruksi penembakan laskar FPI di tol Jakarta-Cikampek. Empat laskar
FPI disebut hendak merebut senjata api milik polisi. |
Jakarta, SNC – Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran dan Direktur PT Jasa Marga Subakti Syukur memenuhi panggilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kemarin (14/12) dan keduanya diperiksa secara bergantian terkait penembakan enam laskar Front Pembela Islam (FPI).
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyampaikan, pihaknya sudah meminta keterangan dari banyak pihak. Mulai petugas Polda Metro Jaya, Jasa Marga, FPI, keluarga anggota Laskar Pembela Islam (LPI) yang meninggal, hingga sejumlah saksi lain. Instansinya bahkan sudah tiga kali datang ke tempat kejadian perkara (TKP). ”Sudah melakukan olah lapangan tiga hari. Saya pada hari ketiga juga turun langsung,” ungkapnya.
Menurut Damanik, peristiwa yang terjadi di jalan tol Jakarta–Cikampek itu merupakan tantangan besar. Bukan hanya karena perbedaan kronologi yang disampaikan FPI dan Polda Metro Jaya. Namun, peristiwa itu juga menyita perhatian banyak pihak, termasuk Presiden Joko Widodo. ”Bapak Presiden sampai memberikan atensi khusus, memercayakan (kepada) Komnas HAM. Bagi kami itu satu tantangan yang berat,” imbuhnya.
Damanik memastikan bahwa pihaknya akan melaksanakan tugas sesuai undang-undang. ”Kami harus mengungkap apa yang sebenar-benarnya. Bukan apa yang dimau pihak-pihak tertentu,” tegasnya. Karena itu pula, kemarin pimpinan Polda Metro Jaya dan Jasa Marga didatangkan ke Komnas HAM, dilansir Jawapos.com.
Fadil, jelas Damanik, tiba di kantor Komnas HAM pukul 13.30. ”Dan kami sudah memintai keterangan. Pak Kapolda sangat kooperatif. Komnas HAM sangat mengapresiasi,” kata dia. Namun, dia belum bersedia membuka materi yang ditanyakan kepada jenderal bintang dua Polri itu. Damanik berkilah, materi tersebut masih perlu diolah. ”Substansinya jangan ditanya dulu,” ujarnya.
Damanik menyebutkan, timnya masih bekerja. Menelusuri dan mendalami temuan-temuan yang mereka dapatkan. Termasuk mengecek berkali-kali. ”Sekarang yang penting Komnas HAM akan terus berjalan dengan tahapan investigasi,” tutur dia. Bagi Komnas HAM, masih terlalu dini apabila mereka mengungkap temuan-temuan yang sudah diperoleh saat ini kepada publik. Sebab, belum ada kesimpulan dari data maupun informasi yang dimiliki Komnas HAM. ”Tidak mudah untuk kami katakan A atau B, hitam atau putih,” tegasnya.
Komnas HAM mendapat akses dari Kapolda Metro Jaya untuk memeriksa barang bukti yang dimiliki aparat kepolisian. ”Sudah disepakati, Kapolda Metro Jaya terbuka dan punya komitmen, apa pun yang dibutuhkan oleh Komnas HAM terkait informasi, data, dan barang bukti yang ingin kami dapatkan akan dibuka seluas-luasnya,” beber dia. Dengan begitu, bukan tidak mungkin Komnas HAM mendatangi Polda Metro Jaya.
Sementara itu, Fadil menyatakan bahwa pihaknya berusaha kooperatif dan terbuka untuk membantu investigasi yang dilakukan Komnas HAM. ”Polda Metro Jaya akan transparan ya, transparan dan memberikan ruang kepada Komnas HAM agar hasil investigasi menjadi akuntabel di mata publik,” ujarnya. Serupa dengan Komnas HAM, Fadil ingin peristiwa di tol Jakarta–Cikampek terang benderang. ”Kami mau menyajikan fakta. Kami tidak mau membangun narasi,” tambahnya.
Berkaitan dengan CCTV di Km 49–72, Syukur menyatakan sudah menyampaikan hal itu kepada Komnas HAM. Dia hanya mengatakan bahwa CCTV yang banyak dipertanyakan itu tidak rusak. Total, kata Syukur, ada 277 CCTV di tol Jakarta–Cikampek. Baik jalur layang maupun jalur bawah. ”Yang kemarin (saat peristiwa terjadi, Red) memang kebetulan terganggu itu bukan CCTV-nya. CCTV-nya tetap berfungsi, tapi pengiriman datanya itu terganggu,” imbuhnya.
Apakah Jasa Marga punya rekaman insiden berdarah itu? Syukur menjawab tidak. ”Nggak ada rekaman,” kata dia singkat. Meski belum bisa membeber keterangan apa saja yang disampaikan Syukur, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyatakan bahwa keterangan tersebut akan didalami lagi oleh instansinya. ”Kontribusi dari info yang diberikan pihak Jasa Marga akan menambah terangnya peristiwa,” ungkap dia.
Menurut Anam, Komnas HAM menemukan bukti yang bisa dilihat dan dipegang. Namun, dia tidak menyebutkan secara detail apa bukti tersebut. Saat ditanya apakah bukti itu rekaman CCTV, dia enggan menjawabnya. ”Kalau rekaman CCTV hanya bisa dilihat, dipegang kan gak bisa,” candanya.
Yang pasti, Komnas HAM merasa bersyukur sekali menemukan barang bukti tersebut. Sehingga diharapkan akan membuat kasus itu menjadi lebih terang. ”Itu yang kami inginkan,” tegasnya. Dia juga mengatakan bahwa kasus tersebut sebenarnya kewenangan Komnas HAM. Bareskrim memang boleh ikut mengusut.
Namun, kewenangan mengusut dugaan pelanggaran HAM hanya dimiliki Komnas HAM. ”Kami memiliki adegan sendiri, logika sendiri. Sesuai dengan hak asasi manusia,” ucapnya.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menambahkan, meski belum sampai pada kesimpulan, timnya sudah mendapat bukti baru. ”Bukti baru itu ada,” kata dia. Menurut Beka, bukti tersebut akan membantu Komnas HAM mengungkap fakta peristiwa itu. Di antara bukti baru tersebut, lanjut Beka, ada proyektil peluru.
Semuanya masih dijajaki oleh institusi ini. Menurut informasi yang diberikan Damanik, Komnas HAM sangat berhati-hati dalam mengusut insiden yang melibatkan aparat kepolisian dan anggota LPI. Namun, mereka juga berusaha menyelesaikan penyelidikan secepat mungkin. (sanca)