Jakarta, SNC – Tindakan polisi yang memutuskan untuk menembak enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI), di tol Jakarta-Cikampek Km 50, bisa digolongkan pembunuhan di luar putusan pengadilan (Extra Judicial Killing).
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Makassar, Fahri Bachmid menjelaskan, polisi seharusnya hanya dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api, sebagai ultimum remedium atau sebagai alat atau upaya terakhir.
"Itu pun harus berdasarkan pada kondisi objektif serta merupakan situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya dan atau orang lain," ujar Fahri dalam siaran pers yang dibagikan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (8/12).
Fahri mengatakan, dalam berbagai instrumen hukum internasional maupun hukum positif, tindakan yang bercorak extra judicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan tidak dipakai aparat keamanan.
"Larangan tersebut dimuat di dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, serta International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) yang telah diratifikasi melalui UU RI No. 12 Tahun 2005," katanya.
Selain itu, penggunaan instrumen kekuatan oleh aparat penegak hukum di Indonesia telah diatur sedemikian rupa melalui Peraturan Kapolri tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan PERKAP No. 8 Tahun 2009.
Selain itu, Fahri juga menyebutkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia 1/2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian. Di mana esensinya menjelaskan penggunaan senjata api hanya diperbolehkan jika sangat diperlukan untuk menyelamatkan nyawa manusia dan penggunaan kekuatan secara umum.
"Harus diatur berdasarkan prinsip legalitas, kebutuhan, proporsionalitas, kewajaran serta mengutamakan tindakan pencegahan," ungkapnya.
Dengan demikian Fahri menyimpulkan, secara hukum penggunaan kekuatan, kekerasan, dan senjata api yang potensial melanggar hukum oleh polisi tidak dapat dibenarkan.
"Jika tidak (dalam kondisi menyelamatkan nyawa diri sendiri dan orang lain) maka tindakan itu bisa tergolong unlawful killing yang sifatnya adalah melanggar hukum karena tindakan tersebut hahikatnya adalah kejahatan dan dapat di usut secara hukum," tambah Fahri.
Lebih lanjut, Fahri Bachmid meminta kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD segera membentuk Tim Pencari Fakta Independen yang diisi oleh berbagai pihak.
Diantaranya seperti Komnas HAM, tokoh-tokoh masyarakat yang Independen, kalangan kampus yang dijamin integritasnya, serta imparsial yang bertugas untuk melakukan investigasi menyeluruh dan komprehensif guna mengungkap fakta dan peristiwa yang sesungguhnya.
"Hal ini sangat penting dilakukan sebagai sebuah upaya responsif pemerintah atas persoalan ini, karena meninggalnya enam warga tersebut merupakan hal yang sangat serius," pungkasnya. (RMOL)