Walikota Surabaya, Tri Rismaharini
Surabaya, SNC - Terkait dugaan pidana pemilu yang dilakukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini masih terus berlanjut, karena Ketua DPD KAI (Kongres Advokat Indonesia) Jatim Abdul Malik melaporkannya.
Malik telah melaporkan Risma ke Gubernur Jatim, Bawaslu RI, DKPP RI, hingga Mendagri, terkait acara kampanye online Risma pada 18 Oktober lalu. Hal tersebut dinilai telah melanggar PKPU dan sejumlah aturan lainnnya.
“Risma melakukan pelanggaran berat dan dapat kena hukuman penjara," kata Abdul Malik di Surabaya, sebagaimana dilansir Pikiranrakyat, Minggu 25 Oktober 2020.
Lebih lanjut, Malik menambahkan, "Ia menyuruh warga memilih Eri Cahyadi dan menjelekkan paslon lain. Dan semua itu tidak ada izinnya."
Sebelumnya, telah ada penjelasan dari BPB Linmas Irvan Widyanto bahwa Risma sudah mengantongi izin dari Gubernur Jatim untuk melakukan kampanye. Namun Malik menegaskan bahwa hal itu layak dipertanyakan kebenarannya.
Berdasarkan informasi yang didapatkan Malik, izin kampanye Risma hanya untuk tanggal 10 November.
"Dalam kampanye online itu Risma juga bohong menyebut Eri sebagai anaknya. Saya ini praktisi hukum, Eri bukan dilahirkan Risma. Risma sudah berbohong," ujarnya.
Malik menegaskan, pelanggaran yang dilakukan Risma pada 18 Oktober lalu adalah pelanggaran berat.
Harusnya, menurut Malik, Risma kena pindana kurungan seperti yang dialami lurah di Mojokerto bernama Suhartono. Ia ditahan 2 bulan dan denda Rp 6 juta.
"Kalau Risma beralasan kampanye yang dia lakukan di hari Minggu, Suhartono juga kena pidana pemilu karena ikut menyambut Sandiaga Uno di hari Minggu."
"Saya pengacara Suhartono dalam menghadapi proses hukum pidana pemilu itu. Jadi sudah ada yurisprudensi-nya,” kata Malik.
Malik menegaskan bahwa dirinya akan all-out untuk mengawal kasus ini. Semua instansi terkait akan ia lapori. Dia juga meminta kejaksaan dan polisi untuk menggunakan instrumen mereka untuk mengusut.
"Mengusut penggunaan APBD untuk kepentingan yang tidak semestinya, korupsi, tercium keras," ujar dia.
Dia menyayangkan sikap Risma yang secara terbuka dan terang-terangan mengkampanyekan pasangan Eri Cahyadi-Armuji.
Di ujung masa jabatannya, Risma dinilai melakukan pelanggaran demi pelanggaran yang dikhawatirkan bakal meninggalkan kesan buruk kepadanya.
"Kalau mau bebas kampanye, lebih baik Risma mundur saja. Serahkan jabatan wali kota ke wakil Whisnu Sakti Buana. Begitu vulgar Risma kampanye, bagaimana mungkin ia tidak melakukan penyelewengan kewenangan dan APBD," ucap Malik mengakhiri. (*)