Jakarta, SNC - Perwakilan Tim Advokasi Demokrat,
Muhammad Afif Abdul Qoyim mengatakan, hingga saat ini pihaknya telah menerima
507 laporan kehilangan baik dari kalangan buruh, mahasiswa bahkan jurnalis saat
aksi demonstrasi yang dilakukan 8 Oktober untuk menolak pengesahan
Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Dari angka tersebut, sebanyak 300 orang telah ditemukan dan
dipastikan keberadaannya hingga dipulangkan ke kediaman masing-masing. Namun
masih ada 207 orang yang belum diketahui keberadaanya.
"Tapi masih terdapat 207 orang yang teridentifikasi
hilang dan beberapa tempat serta kantor polisi belum bisa memastikan, dan
banyak yang tidak teridentifikasi ditahan di mana," kata Afif saat
memberikan keterangan pers secara daring, Senin (12/10).
Hingga saat ini kata dia, timnya masih terus bergerak untuk
mencari tahu keberadaan para demonstran yang dilaporkan hilang ini. Afif
mengatakan pihaknya mengalami kesulitan lantaran kepolisian tidak memberi akses
terbuka terkait identitas hingga berapa banyak massa yang ditahan dalam aksi 8
Oktober kemarin.
"Sampai sekarang tim masih terus bergerak tapi tim
mengalami kesulitan karena pihak kepolisian minim membuka siapa saja yang
ditahan dan ditempatkan di mana, serta atas tuduhan apa," katanya.
Tak hanya soal laporan orang hilang, Afif mengaku pihaknya
juga banyak menerima laporan terkait kekerasan terhadap jurnalis hingga
pembungkaman paksa saat aksi berlangsung. Jurnalis yang tengah bertugas di
lapangan menerima kekerasan berupa larangan meliput dan atau mengambil gambar
saat aksi berlangsung.
"Kami juga mendapat laporan aparat yang membungkam
beberapa jurnalis untuk tidak meliput. Setelah itu banyak juga yang ditangkap.
Ini tentu praktik mencederai jurnalistik," katanya.
Tak hanya itu Afif juga mengakui selama aksi berlangsung
telah banyak tindakan pengendalian massa dengan kekerasan yang semestinya tidak
dilakukan saat aksi awalnya berlangsung damai.
Misalnya kata dia, pembubaran massa dengan menggunakan gas
air mata hingga menghalangi-halangi massa yang hendak menggelar aksi untuk
datang ke Jakarta.
"Aparat cenderung menghalangi massa ke tempat tujuan.
Sekenario menempatkan aparat di depan massa yang sedang duduk berkumpul, ini
merupakan tindakan membuat paranoid massa kepada aparat," kata dia. (sanca)
Sumber : gelora