Asli surat cerai dari Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno dan Bu Inggit Garnasih ditawari kisaran hingga Rp100 miliar ke atas, ”kata buyut Inggit, Galuh Mahesa, dikutip dari siaran CNNIndonesia TV, Jumat (25/9).
“Kita mau dari Indonesia mengambilnya, hanya saja pemerintah belum menindaklanjuti dan banyak sekali, cuma kisarannya sampai Rp100 miliar ke atas,” kata cicit angkat Inggit Galuh Mahesa, dikutip dari siaran TV CNNIndonesia, Jumat (25/9).
Sementara itu, cucu angkat Inggit Garnasih, Tito Zeni Marhaen, mengaku mendapat relik dari tangan Inggit yang diberikan langsung pada 1980.
Tak hanya dokumen pernikahan, beberapa peninggalan Inggit, seperti lemari, kursi, dan album foto kenangan Inggit masih tersimpan di kediamannya, “Mungkin benda ini sejarah, apalagi menyangkut tokoh-tokoh nasional,” ujarnya.
Baik Tito dan Galuh berharap pemerintah dapat memberikan perhatian khusus dalam hal ini. Selain itu, nantinya uang hasil penjualan akan dipergunakan untuk membangun rumah bersalin, yang merupakan cita-cita perjuangan Inggit semasa hidupnya.
Kabar dijualnya dua dokumen pernikahan milik tokoh proklamator itu mencuat usai unggahan sebuah toko daring melalui akun instagram @popstoreindo pada Kamis (24/9). Cuitan itu telah dihapus. Sejumlah foto surat nikah dan akta cerai itu juga diunggah dalam postingan tersebut.
"Seorang bapak di Bandung menawarkan surat nikah dan surat cerai asli Presiden pertama RI Ir. Soekarno dan Ibu Inggit Garnasih. Beliau ternyata cucunya Ibu Inggit. Saya kaget pas baca dokumen sangat bersejarah ini, baru tau juga ternyata yang jadi saksi cerainya Bung Karno & Bu Inggit adalah Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH. Mas Mansoer," demikian dikutip dalam unggahan Instagram @popstoreindo, Kamis (24/9) kemarin.
Merespons hal itu, Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengaku prihatin dengan kabar dokumen pernikahan dan perceraian Presiden Soekarno dan Ibu Inggit Garnasih yang diperjualbelikan tersebut.
Menurut Asvi, kedua dokumen tersebut sebaiknya disimpan oleh keluarga ketimbang diperjualbelikan kepada publik. Adapun jika pihak keluarga enggan menjaga dokumen bersejarah tersebut, maka disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). (sanca).
Sumber: cnnindonesia