Pengamat politik Indonesia Political Review Ujang Komaruddin
Jakarta, SancaNews.Com - Pengamat politik Indonesia Political Review (IPW) Ujang
Komarudin pun sepakat dengan perubahan tersebut. Pasalnya, RUU HIP selama ini memang telah memicu
kontroversial dan dianggap bertentangan dengan konstitusi Bangsa Indonesia. Demikian disampaikan Ujang Komaruddin, Jumat (17/7/2020).
Namun, Ujang Komarudin menekankan bahwa perubahan itu tidak hanya atas namanya, karena RUU Ideologi Pancasila (RUU HIP) memicu kontroversi, pemerintah dan DPR sepakat untuk menggantikannya dalam RUU BPIP.
Menurutnya, yang paling terpenting dalam RUU tersebut adalah
merevisi pasal-pasalnya yang dinilai kontroversial, “Merubah judul menjadi BPIP, tetapi tak merubah isi
pasal-pasalnya sama juga bohong,” ujar Ujang.
Perubahan menyeluruh itu sebutnya, agar RUU BPIP tidak
lagi memicu kontroversi di tengah masyarakat, “Jadi rubah judul. Rubah juga pasalnya. Jadi terintegrasi
antara merubah judul dengan merubah isi dalam pasal-pasalnya,” lanjutnya.
Sebelumnya, Pemerintah bersama DPR resmi mengubah pembahasan
RUU HIP menjadi RUU BPIP. Perubahan terjadi usai perwakilan pemerintah yang dipimpin
Menko Polhukam Mahfud MD menemui pimpinan DPR guna menyampaikan sikap
pemerintah terkait RUU HIP.
Menurut Ketua DPR RI Puan Maharani, konsep RUU BPIP yang
disampaikan pemerintah berisikan substansi yang berbeda dengan RUU HIP.
“Yaitu berisikan substansi yang telah ada di dalam peraturan presiden yang mengatur tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dan diperkuat menjadi substansi RUU BPIP,” ujar Puan dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/7/2020).
Konsep yang diajukan pemerintah, kata Puan, berisikan
substansi RUU BPIP yang terdiri dari 7 bab dan 17 pasal. Hal itu berbeda dengan RUU HIP yang berisikan 10 bab dan 60
pasal, Substansi pasal-pasal RUU BPIP, sekali lagi saya sampaikan,
hanya memuat ketentuan tentang tugas, fungsi, wewenang dan struktur kelembagaan
BPIP, “Sementara pasal-pasal kontroversial seperti penafsiran
filsafat dan sejarah Pancasila dan lain-lain sudah tidak ada lagi,” tuturnya.
Selain itu, dalam konsideran pemerintah terdapat TAP MPRS
Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pelarangan PKI dan ajaran Komunisme, Marxisme dan
Leninisme dan bukan seperti RUU HIP. Karenanya, Puan mengajak elemen
masyarakat yang menolak RUU HIP, tak perlu khawatir lagi terhadap pembahasan
RUU BPIP. (sanca)
Editor: sanca
Sumber: pojoksatu.id
Editor: sanca
Sumber: pojoksatu.id