Jakarta, SancaNews.Com - Anggapan publik mengenai dinasti
politik yang dibangun Presiden Joko Widodo makin menguat dengan dugaan
intervensi presiden dalam Pilkada Gunungkidul.
Di Pilkada Gunungkidul, Jokowi disebut meminta Partai Nasdem
tidak mencalonkan Wahyu Purwanto yang merupakan adik ipar Jokowi. Hal itu
diduga semata-mata untuk mengaburkan isu politik dinasti.
Namun hal itu disayangkan pakar politik dan hukum Universitas
Nasional Jakarta, Saiful Anam. Seharusnya jika Jokowi ingin menghilangkan kesan
dinasti politik, yang harus ditarik dari pencalonan adalah anaknya, bukan Wahyu
yang kini sudah menyatakan mundur dari pencalonan.
"Kok Presiden Jokowi lebih mengorbankan iparnya daripada
anaknya sendiri? Mestinya kalau mau bikin contoh (menghapus politik dinasti)
anaknya atau menantunya sendiri (yang dikorbankan)," ujar Saiful Anam seperti diwatakan rmol, Selasa (28/7).
Permintaan Jokowi kepada Nasdem tersebut menurut Saiful
menunjukkan bahwa sebenarnya Jokowi tahu dan mendengar protes publik mengenai
isu dinasti politik yang selama ini terdengar.
"Tapi mengapa tidak perintahkan Gibran atau Bobby mundur
dari pencalonan? Mestinya Bobby atau Gibran dilarang dong, jangan justru
harapan publik lebih kepada Gibran dan Bobby, kok malah iparnya yang dilarang
maju Pilkada," kritik Saiful.
Oleh karenanya, ia menganggap manuver tersebut semakin
memperkuat adanya campur tangan Presiden Jokowi dalam persoalan politik
keluarganya.
"Saya menduga Gibran dan Bobby bisa jadi yang mendorong
maju adalah Presiden Jokowi. Kalau itu benar, maka tepat juga anggapan publik
tentang dinasti politik," terang Saiful.
"Berdasarkan pemberitaan yang ada, Jokowi meminta
langsung kepada Surya Paloh agar tidak mengusung iparnya dalam Pilkada.
Meskipun agak sedikit aneh, tapi hal tersebut membuktikan bahwa presiden turut
memengaruhi kebijakan politik yang diambil oleh keluarganya," pungkas
Saiful. (rmol)