SancaNews.Com - Pernyataan Mendagri Tito Karnavian
yang menyebut bahwa secara teori pembakaran jenazah pasien Covid 19 menjadi
langkah terbaik untuk menangani jenazah Covid 19, memunculkan kontroversi.
"Yang terbaik, mohon maaf saya Muslim ini, tapi secara
teori yang terbaik ya dibakar, karena virusnya akan mati juga," kata Tito
saat mengisi sebuah Webinar yang dipublikasikan oleh Puspen Kemendagri (22/07).
Tito mengakui pembakaran jenazah pasien Covid 19 akan
menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Pengamat politik Umar Syadat Hasibuan menegaskan bahwa
pernyataan Tito itu telah melukai keluarga pasien Covid 19 meninggal.
“Pak Tito. Bukan kapasitas Anda bicara seperti ini bahkan Menkes saja gak mau bicara ini. Anda
telah melukai keluarga yang berduka
karena kehilangan anak, ayah, paman, kakek karena Covid 19. Dan Anda tega
bicara gini? Parah banget Anda,” tegas Umar di akun Twitter @UmarChelsea75
menanggapi tulisan bertajuk “Mendagri: Secara Teori yang Terbaik Jenazah
Covid-19 Dibakar”
Aktivis sosmed Agus Widodo mempertanyakan teori yang disebut
Tito Karnavian itu. Menurut Agus, jenazah yang dimakamkan dengan standard
protokol Covid 19 mustahil menularkan penyakit.
“Teori dari mana Pak Tito? Jenazah yang dimakamkan dengan
standard protokol COVID-19 itu mustahil menularkan penyakit. Apa perlu
diingatkan bahwa COVID-19 menular melalui saluran pernafasan? Bukankah mayat
itu tidak bisa bernafas? Mayat dibungkus berlapis-lapis dan ditanam?,” tulis
Agus di akun @arwidodo.
Sindiran keras dilontarkan praktisi perbankan Erna Sitompul.
Erna mengaitkan pembakaran jenazah Covid 19 dengan pembakaran koruptor dan para
pejabat yang membantu koruptor melarikan diri.
“Mendagri Tito: Secara Teori yang Terbaik Jenazah Covid-19
Dibakar. Demikian juga dengan para koruptor dan para pejabat yang membantu
terdakwa koruptor melarikan diri bebas melenggang ke sana kemari. Solusi
terbaik dibakar juga supaya tidak menular sifat buruknya,” tulis Erna di akun
@erna_st.
Sri Lanka, menjadi salah satu negara yang mewajibkan kremasi
jenazah Covid 19. Kebijakan Pemerintah Sri Lanka yang diumumkan pada 12 April
itu membuat marah umat Islam. Pemerintah Sri Lanka telah mengabaikan protes
dari minoritas Muslim di negara itu yang mengatakan peraturan tersebut
bertentangan dengan aturan Islam.
Kebijakan kremasi juga dikritik kelompok hak asasi manusia.
“Pada saat yang sulit ini, pihak berwenang harus menyatukan masyarakat dan
tidak memperdalam perpecahan di antara mereka,” kata Direktur Amnesty di Asia
Selatan Biraj Patnaik (01/04). (gelora)