Wakil Ketua MPR Arsul Sani.
Jakarta, SancaNews.Com – Kapten TNI Ruslan Buton ramai jadi
perbincangan. Mantan Komandan Eks Tiga Matra, Kapten TNI Ruslan Buton dijerat
dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan
ancaman pidana enam tahun dan atau Pasal 207 KUHP, dapat dipidana dengan
ancaman penjara dua tahun.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani menilai
Polri telah menggunakan 'pasal karet' dalam UU ITE. "Beberapa Pasal dalam
UU ITE seperti Pasal 27 dan Pasal 28 dan juga Pasal dalam KUHP seperti Pasal
207, Pasal 310 dan 311 adalah pasal "karet" yang interpretable 'multi
tafsir atau terbuka penafsirannya'.
"Jadi menurut saya, tidak tepat Polri melakukan proses
hukum dengan langsung melakukan upaya paksa seperti penangkapan dan
penahanan," ujarnya kepada Wartawan, Minggu 31 Mei 2020.
Ia juga meminta Polri agar terukur dan menahan diri saat
menggunakan kewenangannya melakukan upaya paksa dalam penindakan hukum terkait
dugaan pelanggaran beberapa pasal UU ITE maupun KUHP.
"Harus hati-hati, apalagi penangkapan terhadap Ruslan
Buton ini disorot secara luas oleh sejumlah kalangan masyarakat sipil. Apalagi
yang disampaikan terduga di medsos itu belum menimbulkan akibat apa-apa,"
tandasnya.
"Aplagi, tindakan Ruslan ini tidak disertai dengan
tindak pidana lainnya mengangkat senjata atau pemberontakan terhadap
pemerintah," tambah Anggota Komisi III DPR Ini.
Politisi PPP dari Dapil Jateng ini menambahkan, Polisi bisa
saja memproses kasus tersebut tanpa melakukan penahanan. "Polisi harusnya
meminta keterangan ahli dulu, apakah yang diucapkan atau ditulis itu
terindikasi tindak pidana. Bukan langsung bertindak menahannya," tegasnya.
Polisi lanjut Arsul mengatakan, harusnya polisi menggunakan
cara- cara elegan, dengan mengumpulkan alat bukti, dan keterangan ahli. Jika
ditemukan adanya tindak pidana, baru tetapkan tersangka dan melakukan
pemanggilan.
"Saya minta, Polri ke depan semakin akuntabel dan
meningkatkan standar due process of law-nya dalam melaksanakan kewenangannya,
terutama dalam menangani tindak pidana yang non jatras (kejahatan dengan
kekerasan)," pungkasnya.
Seperti diketahui, sebelumnya tagar Save Ruslan Buton menjadi
trending topik Twitter. Nama Ruslan tengah menjadi sorotan publik lantaran
surat terbuka yang meminta Joko Widodo (Jokowi) mundur dari jabatannya sebagai
Presiden Republik Indonesia.
Surat yang dibuat Ruslan Buton pada 18 Mei 2020 lalu itu
viral di media sosial. Dalam video tersebut, Ruslan menilai bahwa tata kelola
berbangsa dan bernegara di tengah pandemi corona ini sulit diterima oleh akal
sehat, dilansir
viva.co.id.
Selain itu, Ruslan juga mengkritisi kepemimpinan Jokowi.
Menurut Ruslan, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah
Jokowi rela untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
"Bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan
akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen
masyarakat," ujar Ruslan.
Ruslan Buton diketahui telah diamankan oleh tim gabungan
TNI-Polri dan saat ini tengah menjalani pemeriksaan intensif. Kabar
diamankannya Ruslan Buton ini kemudian mendapat rekasi dari warga Twitter. (sanca)