Kendari, SancaNews.Com – Kapolda Sulawesi Tenggara Brigjen
Polisi Merdisyam meminta maaf atas informasi keliru terhadap kedatangan 49
tenaga kerja asing (TKA) asal China di Bandar Udara Haluoleo Kendari pada
Minggu, (15/3) lalu.
Sebelumnya, Kapolda Sultra menyebut, 49 TKA asal negeri tirai
bambu itu merupakan pekerja lama di pabrik smelter di Morosi. Mereka ke Jakarta
untuk mengurus visa baru yang telah habis masa berlakunya.
Namun belakangan, pernyataannya dianggap keliru oleh Kepala
Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan HAM, Sofyan, yang menyatakan 49
warga Tiongkok itu adalah pekerja baru.
"Permohonan maaf kepada semua rekan-rekan sekalian dari
saya sebagai Kapolda Sultra," ungkap Merdisyam kepada jurnalis di Kendari
saat keterangan pers di Media Center Mapolda Sultra, Selasa (17/3).
Jenderal polisi bintang satu ini mengaku informasi yang
disampaikan ke media sebelumnya berawal dari keterangan pengelola Bandara
Haluoleo Kendari.
Informasi yang diterima dari pengelola bandara adalah
sebanyak 49 TKA baru tiba dari Jakarta dan telah mengantongi visa resmi dan
sertifikat kesehatan dari petugas berwenang. Namun, kata Merdisyam, informasi
tersebut tanpa ada penjelasan detail tentang riwayat perjalanan para TKA itu
sebelum berada di Jakarta.
Selain informasi dari pihak bandara, ia juga telah
mengkroscek ke pihak perusahaan yang mempekerjakan TKA, yakni, PT Virtue Dragon
Nickel Industry (VDNI).
Perusahaan, menurut Merdy, menyebut bahwa TKA itu adalah
pekerja lama yang tengah mengurus visa baru di Jakarta. Dari rantai informasi
itu lah kemudian Merdisyam menyampaikan ke awak media.
Selain kronologi yang keliru, ia juga menyampaikan penanganan
hukum terhadap penyebar video kedatangan 49 TKA yang viral di media social, "Kami
peserta rapat juga kaget dengan video yang beredar. Informasi yang kami sampaikan
juga mendadak," ujarnya di lansir cnnindonesia.com.
Merdisyam mendapatkan sorotan di media sosial karena
mengeluarkan pernyataan keliru soal 49 TKA asal China di Sultra. Tagar
#CopotKapoldaSultra menjadi topik terpopuler di Twitter.
Pernyataan Merdisyam yang keliru terungkap setelah Kepala
Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM Sultra Sofyan, Senin (16/3)
menyebut bahwa 49 TKA itu merupakan pekerja baru di PT Virtue Dragon Nickel
Industry (VDNI).
Kata Sofyan, para TKA masuk ke Indonesia menggunakan visa
kunjungan dan akan bekerja di pabrik smelter PT Virtue Dragon Nickel Industry
(VDNI) Morosi Kabupaten Konawe.
Sofyan menyebut, rombongan TKA ini berangkat dari Thailand
berdasarkan cap tanda masuk dari imigrasi di Thailand yang tertera pada paspor,
"Mereka tiba di Thailand pada 29 Februari 2020," katanya.
Setelah masuk di Thailand, mereka menjalani karantina mulai
29 Februari sampai 15 Maret 2020 dan selanjutnya mendapatkan sertifikat atau
surat sehat pemerintah Thailand.
Surat sertifikat kesehatan tersebut, lanjut dia, sudah
diverifikasi oleh perwakilan pemerintah RI di Bangkok. Namun, rombongan
diterbangkan ke Indonesia di 15 Maret 2020 dan mendarat di Bandara
Soekarno-Hatta.
Di Bandara Soekarno-Hatta dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Soekarno-Hatta dan menerbitkan surat
rekomendasi kartu kewaspadaan pada setiap orang.
"Petugas Imigrasi Soekarno Hatta telah memberi izin
masuk pada 15 Maret 2020 sesuai tertera pada pasport mereka. Setelah warga
Tiongkok memperlihatkan surat rekomendasi dari KKP diperbolehkan masuk. Jadi
kalau tidak ada surat rekomendasi tidak dizinkan masuk," katanya.
Para pekerja itu tidak dikarantina selama di Jakarta maupun
setiba di Sultra. Sofyan berdalih, pihaknya tidak berhak melakukan karantina
terhadap TKA yang masuk, "Yang berhak itu KKP. Mereka ini hanya
mendapatkan rekomendasi dari KKP," jelasnya.
Kemudian, rombongan diterbangkan ke Kendari pada hari yang
sama dan tiba di Bandara Haluoleo Kendari pada pukul 20.00 WITa menggunakan
pesawat Garuda Indonesia GA 696.
"Ke-49 warga Tiongkok ini memiliki dokumen yang sah dan
masih berlaku. Perlu diketahui bagi warga negara asing yang datang wajib
menjalani pemeriksaan, melakukan karantina imigrasi dan bea cukai. Jika mereka
dinyatakan layak, baru diperbolehkan masuk di Indonesia," katanya. (sanca)