Suasana Rumah Kudus (55) yang pengap dan gelap di Kawasan Kalianyar Jakarta Barat |
JAKARTA, SANCA NEWS.COM - Rumah Kudus yang
berada di Jalan Kalianyar X RT002/RW006, Kalianyar, Taman Sari, Jakarta Barat,
aliran listriknya diputus oleh PT PLN Persero, karena tidak mampu membayar
biaya listrik.
Kudus (55), harus merasakan gelapnya hidup tanpa aliran listrik selama 10 tahun terakhir di Jakarta. Kondisi rumahnya dalam keadaan gelap. Hanya ada sumber cahaya dari pintu dan jendela rumah.
Kudus (55), harus merasakan gelapnya hidup tanpa aliran listrik selama 10 tahun terakhir di Jakarta. Kondisi rumahnya dalam keadaan gelap. Hanya ada sumber cahaya dari pintu dan jendela rumah.
Dilansir Kompas.com, "Ya sudah
lama, ini sekitar 10 tahun lalu rumah saya tidak dialiri listrik, karena memang
tidak mempunyai uang dan sudah diputus," ujar Kudus saat ditemui di
rumanhnya pada Sabtu sore.
Gelapnya ruangan
ditambah lagi karena cuaca saat itu mendung dan langit sedang gelap. Di dalam kamar
tidak ada lampu maupun saklar listrik sama sekali. Tembok yang
berwarna dasar kuning pun sudah terlihat berlumut di beberapa sudut.
Ruangan kamar
yang digunakan Kudus berukuran sekitar 5x3 meter, dengan 2 lemari pakaian dan 1
kasur yang sudah robek.
Langit-langit
sebagian rumah terlihat sudah bolong. Beberapa bagian tanpa triplek, sehingga
berhadapan langsung dengan genteng.
Belum lagi bau
pesing kerap muncul dan hilang di dalam ruangan kamarnya. Ada juga
beberapa lembar baju yang digantung di luar rumah.
"Kalau
Bapak di sini datang saat hujan, ya di sudut ada air-air rembesan. Biasa juga
kalau deres sih genang air pak," kata Kudus.
Sembari membuka
bungkusan nasi berisi telur ceplok dan orek tempe, Kudus mulai menceritakan
pengalamannya hidup tanpa listrik selama 10 tahun.
"Mari Mas,
makan dulu, seadanya nih nasi sama ini saja" kata Kudus.
Makan dalam
kondisi gelap membuka obrolan Kudus mengenai kondisi gelap-gelapan di rumahnya.
"Ini siang
sampai sore ya ada cahaya sedikit. Tapi kalau malam gelap, ya sudah terbiasa
saya Mas. Warga di sini juga sudah tahu 'di situ ada Bang Kudus' biasa begitu.
Jadi ya sudah biasa," ucap Kudus.
Cerita awal mula listrik diputus.
Hal itu terjadi
saat dirinya sudah tidak bekerja sebagai cleaning service sekitar
tahun 2000-2001.
Setelah keluar
dari kantor, Kudus tidak memiliki pekerjaan dan memilih kerja serabutan seperti
mengamen, pengepul plastik hingga mencoba kuli bangunan.
"Pak, saya
itu tamatan kelas 5 SD, ya alhamdulilah saya bisa baca dan tulis. Sempat kerja
jadi OB. Nah, mungkin karena kantornya butuh pegawai yang punya ijazah, ya
sudah, saya keluar. Saya pernah lah kerja dan tahu kerja sama orang Pak,"
ucap dia.
Tidak ada
penghasilan yang tetap, membuat dirinya dan 2 keluarga yang hidup di rumahnya
tidak mampu membayar listrik.
"Adik saya
jaga toko lah ya gitu, enggak ada pemasukan, akhirnya diputus. Ya sudah biasa,
makanya gelap-gelapan seperti ini," ucap Kudus.
Tak
ingin mengemis hingga gunakan toilet umum
Situasi serba
susah yang dialami Kudus tidak membuatnya putus asa. Kudus terus berjuang demi
memenuhi kebutuhan hidup sehari.
"Saya
enggak ngemis Pak, paling ya ngamen kalau ada bantuan ya saya terima. Pokoknya
tidak mengemis," ucap Kudus.
Terdapat juga
puluhan botol plastik yang berada di depan rumah Kudus. Botol itu
dikumpulkan untuk ditukar dan mendapat bayaran. Sebagian botol-botol yang
dikumpulkan merupakan pemberian sukarela dari warga setempat.
"Biasa
dapat Rp 5.000 sampai Rp 10.000 dari kumpulin botol ini, diberikan ke pengepul.
Atau pemulung datang kasih uang ke saya, ya cukup buat makan," tutur
Kudus.
Uang dari
botol-botol plastik itu lah yang digunakan Kudus agar bisa menyambung hidup
untuk membeli makan.
Menurut Kudus,
bila ingin ke toilet, dirinya harus menuju ke WC umum atau MCK umum.
Fasilitas umum
tersebut digunakan untuk mencuci pakaian, mandi hingga buang air besar.
"Kalau ke
WC ya WC umum bayar Rp 2.000, itu sekalian semuanya. Kadang juga enggak bayar
orang juga sudah paham Pak," ucap Kudus. (Sanca)