SEMARANG, SANCANEWS.COM -
Front Pembela Islam (FPI) Jawa Tengah tetap mengadakan musyawarah daerah di
Kabupaten Tegal, meski sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) menolak
pelaksanaan musda tersebut. Senin (28/10)
"Musda II FPI Jateng tetap jalan di Majlis Taklim Al Hikmah Lil Habib
Baqir bin Hasan bin Syaikh Abu Bakar, Ketitang, Kecamatan Talang, Kabupaten
Tegal," kata Ketua Bidang Hukum dan Advokasi FPI Jateng Zainal Petir di
Semarang, Minggu malam.
Petir menegaskan bahwa musda tersebut dalam rangka pemilihan pengurus dan menyusun program kegiatan sehingga penting bagi FPI, apalagi ormas ini dijamin konstitusi, yakni UUD NRI Tahun 1945 Pasal 28E Ayat (3), bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Menurut dia, Tidak hanya itu, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia juga mengaturnya.
"Kedudukan ormas FPI sangat kuat dijamin oleh undang-undang. Jadi, apa salahnya ketika mau mengadakan program kerja musda, kok, ditolak," kata Petir yang juga anggota Komisi Informasi Provinsi (KIP) Jateng.
Kehadiran FPI yang punya misi amar makruf nahi mungkar, menurut dia, mestinya disambut dengan gembira karena akan membantu masyarakat supaya tidak terjerembab ke dalam kemaksiatan.
Kalau ada ormas yang mengarah ke penyebaran paham komunis, termasuk neokomunis, wajib dilarang. Itu jelas melanggar UU No. 16/2017 tentang Penetapan Perppu No. 2/2017 tentang Perubahan atas UU No. 17/2013 tentang Ormas.
Menyinggung soal kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum, Petir mengatakan bahwa kepolisian mengamankan pelaksanaannya. Dalam hal ini Polri tidak berhak melarang ormas yang akan menggelar musda.
Ia menegaskan bahwa Polri justru harus ikut menjaga agar kegiatan tersebut berjalan lancar. Tugas polisi sebagaimana UU No. 2/2002 tentang Polri adalah menjaga keamanan dan ketertiban umum.
"Jadi, yang sedang musda, dalam hal ini FPI, merasa aman dan masyarakat sekitar juga nyaman," kata Zainal Petir. (Antaranews.com/sanca)
Petir menegaskan bahwa musda tersebut dalam rangka pemilihan pengurus dan menyusun program kegiatan sehingga penting bagi FPI, apalagi ormas ini dijamin konstitusi, yakni UUD NRI Tahun 1945 Pasal 28E Ayat (3), bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Menurut dia, Tidak hanya itu, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia juga mengaturnya.
"Kedudukan ormas FPI sangat kuat dijamin oleh undang-undang. Jadi, apa salahnya ketika mau mengadakan program kerja musda, kok, ditolak," kata Petir yang juga anggota Komisi Informasi Provinsi (KIP) Jateng.
Kehadiran FPI yang punya misi amar makruf nahi mungkar, menurut dia, mestinya disambut dengan gembira karena akan membantu masyarakat supaya tidak terjerembab ke dalam kemaksiatan.
Kalau ada ormas yang mengarah ke penyebaran paham komunis, termasuk neokomunis, wajib dilarang. Itu jelas melanggar UU No. 16/2017 tentang Penetapan Perppu No. 2/2017 tentang Perubahan atas UU No. 17/2013 tentang Ormas.
Menyinggung soal kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum, Petir mengatakan bahwa kepolisian mengamankan pelaksanaannya. Dalam hal ini Polri tidak berhak melarang ormas yang akan menggelar musda.
Ia menegaskan bahwa Polri justru harus ikut menjaga agar kegiatan tersebut berjalan lancar. Tugas polisi sebagaimana UU No. 2/2002 tentang Polri adalah menjaga keamanan dan ketertiban umum.
"Jadi, yang sedang musda, dalam hal ini FPI, merasa aman dan masyarakat sekitar juga nyaman," kata Zainal Petir. (Antaranews.com/sanca)