PADANG,
SANCA NEWS.COM - Berkaca dari Pemilu serentak 2019, baik KPU dan Bawaslu
diminta untuk gencar mensosialisasikan kepada masyarakat dalam penyelenggaraan
Pilkada serentak 2020 yang digelar pada tanggal 23 September 2020.
"Jarak Pemilu 2019 dan Pilkada 2020 kan
tidak berbeda jauh. Ada trauma kecil dari Pemilu 2019, seperti adanya
penyelenggara pemilu yang sakit bahkan sampai meninggal, kemudian keterbelahan
kita sebagai bangsa. Ini dibutuhkan sosialisasi menyeluruh kepada masyarakat
dalam penyelenggaraan Pilkada 2020," ujar Pakar Hukum, Otong Rosadi kepada
Wartawan saat menjadi pembicara dalam seminar Sosialisasi Hasil Pemantau Proses
Penegakkan Hukum Dugaan Pelanggaran Tindak Pidana Pemilu pada Pemilu Serentak
Tahun 2019 yang di Gelar Bawaslu Sumbar di Padang, Jumat (18/10).
Otong mengatakan, yang menjadi poin penting bagi
KPU dan Bawaslu adalah, apakah masyarakat sudah paham dengan Pilkada serentak
2020 ini. Itu yang bakal menjadi PR KPU dan Bawaslu dalam mensosialisakannya.
"Ada beberapa perbedaan antara Pemilu 2019
dengan Pilkada 2020. Mulai dari undang-undang yang digunakan, periode masa
jabatan yang sebelumnya lima tahun sekarang menjadi empat tahun, ditambah lagi
persoalan-persoalan regulasi yang belum tuntas. Masyarakat harus tahu, karena
itu penting agar tahapan-tahapan Pilkada tidak terganggu," terang Rektor
Universita Eka Sakti Padang itu.
Sementara, komisioner Bawaslu Sumbar Vifner
mengatakan pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat dalam hal
penegakan hukum, salah satunya dengan kegiatan seminar hasil pemantauan
pengawasan Pemilu 2019 untuk evaluasi dalam pengawasan Pilkada 2020.
"Ini semacam evaluasi bagi kita, agar
kedepannya bentuk pelanggaran dapat diminalisir demi terciptanya pemilu yang
jujur dan adil. Ini sebenarnya tugas kita bersama, namun undang-undang
mengamanahkan kepada Bawaslu. Diperlukan juga peran aktif masyarakat, kalau
masyarakat menemukan pelanggaran segera laporkan demi terwujutnya proses
demokrasi yang baik," pungkas Vifner. (Sanca/Covesia).