Jokowi Lantik 781 Calon Jenderal, Ini 4 Peraih Adhi Makayasa, Anak Petani dan Guru! Peraih Adhi Makayasa dari Akademi Angkatan Laut Brigadir Satu Taruna Muhammad Idris (kiri) dari Akademi Kepolisian dan Sersan Mayor Satu Taruna (kanan) di Gedung Ahmad Yani Mabes TNI Cilangkap Jakarta Timur pada Kamis (11/7). 
JAKARTA, SANCA NEWS.COM - Presiden RI selaku Panglima tertinggi, Joko Widodo akan bertindak selaku inspektur upacara dalam Prasetya Perwira (Praspa) TNI dan Pelantikan Perwira Polri 2019 lulusan dari Akademi Angkatan (Akmil, AAL, AAU, dan Akademi Kepolisian), di Istana Negara, Selasa (16/7).
 
Total calon jenderal yang akan dilantik mencapai 781 calon perwira TNI/Polri.

Komposisinya: Akmil Putra 244, Putri 15, Jumlah 259; Akademi Angkatan Laut (AAL) Putra 103, Putri 14, Jumlah 117; Akademi Angkatan Udara (AAU) Putra 90, Putri 9, Jumlah 99; dan Akademi Kepolisian (Akpol) Putra 256, Putri 50, Jumlah 306.

Peraih Adhi Makayasa dari Akmil adalah Fajar M Al Farouk dari Korps Penerbang Angkatan Darat.
Pria kelahiran Bondowoso, 12 September 1996 itu merupakan putra dari seorang purnawirawan TNI AD bernama Kasiyadi.

Kemudian dari AAL, peraih Adhi Makayasa adalah Ariz Pama Yudhaprawira dari korps pelaut.
Ariz yang lahir di Jakarta, 30 Juli 1997 itu merupakan putra dari seorang prajurit TNI AL bernama Sumarto.

Adapun dari AAU, peraih Adhi Makayasa adalah M Ihza Nurrabanni dari korpsTeknik.
Pria kelahiran Sleman, 26 Agustus 1996 itu merupakan putra seorang PNS guru yang bernama Sukijo.  

Peraih Adhi Makayasa dari Akpol adalah Muhammad Idris  pemuda dari Jorong Mudiak Lawe, Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan.

Selain mendapatkan Adhi Makayasa , Muhammad Idris juga meraih tiga penghargaan lain yakni: Ati Tanggon Emas, Ati Trengginas Perak, dan Ati Tangkas Perak.

Fajar M Al Farouk

Fajar yang merupakan pria kelahiran Bondowoso, 12 September 1996, anak ketiga dari enam bersaudara ini terlahir di lingkungan militer.

Ayahnya Kasiyadi, seorang Mayor (Purn) dan ibunya bekerja sebagai guru Matematika di SMAN 6 Bondowoso.

Fajar Muhammad Al Farouk, memeluk erat ayahnya.

Matanya berkaca-kaca, tak kuasa menahan haru sekaligus rasa bahagia.

Lepas dari pelukan Mayor (Purn) Kasiyadi sang ayah, ia pun segera melakukan hal serupa terhadap ibunda Sri Wahyuni.

Farouk baru saja meraih penghargaan Adhi Makayasa.

Pemuda kelahiran 12 September 1996 itu dinobatkan sebagai sersan mayor satu taruna (Sermatutar) yang lulus dengan predikat terbaik.

Pengukuhannya dilakukan dalam Penutupan Pendidikan dan Wisuda Sarjana Taruna Akademi Militer Tingkat IV Tahun Pendidikan 2018/2019 di Lapangan Pancasila, komplek Akademi Militer (Akmil), Kota Magelang.‎

‎Taruna asal Bondowoso, Jawa Timur, dengan kecabangan Corps Penerbang (Cpn) itu lulus dengan IPK 3,75‎.

Seusai meraih Adhi Makayasa, Faoruk bertekad akan mengubah mindset banyak orang.
Menurut dia, selama ini banyak yang berpikiran 'hanya infanteri yang memimpin'.

"Mungkin orang di luar sana berpikir, hanya infanteri yang bisa memimpin.
Saya bertekad ingin ubah mindset itu, semua kecabangan sama, tinggal bagimana seorang tentara profesional dalam mengemban tugasnya‎," ucap Faoruk, bersemangat.

‎Perihal Corps Penerbang sebagai kecabangan yang ditekuni, Farouk mengatakan itu bukan merupakan pilihan pribadi.

Semua berdasarkan hasil tes psikologi saat awal memasuki kawah candradimuka perwira TNI AD itu.

‎"Sejak awal tes psikologi menentukan hal itu. Saya mencoba untuk tidak menolak perintah, jadi saya jalani saja," ucap alumni SMA Taruna Nusantara, Kabupaten Magelang, ini.
‎Terbukti kepatuhannya itu tak salah.

Membuahkan hasil.

Ia pun berhasil menyabet Adhi Makayasa, dengan kecabangan yang ditetapkan berdasar hasil tes psikologi tersebut.

Farouk mengakui yang selalu menjadi motivasinya selama ini adalah sosok orangtuanya.
Sang ayah merupakan purnawirawan TNI AD yang memulai karier dari tingkat tamtama hingga bisa pensiun dengan pangkat mayor.

"Menurut saya, itu adalah sebuah pencapaian yang sungguh luar biasa. ‎

Sekarang tinggal bagaimana saya bisa melampaui ayah saya dan membanggakan kedua orangtua," ucap anak ketiga dari enam bersaudara itu.

Dia menyebut selama empat tahun digodog di Akmil Magelang, bukan hal yang mudah.
Banyak suka-duka yang dialami.

Namun, ia tahu ayah dan ibunya selalu mendukung dan mendoakannya setiap waktu.

"‎Apabila saya mendapat beban atau merasa jatuh, maka yang saya ingat pertama adalah Allah. Kemudian orangtua. Mereka selalu mendukung dan mendokan saya. Beliau berdua juga berpesan, Adhi Makayasa adalah amanah, karena itu saya harus bisa mengemban dan ke depan lebih baik lagi," tuturnya.

Fajar Muhammad Al Farouk Anak Pensiunan Mayor Raih Adhi Makayasa 2019 dari Akmil Magelang
Fajar Muhammad Al Farouk peraih Adhi Makayasa 2019 memeluk ibunda seusai wisuda Akmil di Lapangan Pancasila di Komplek Akademi Militer Magelang, Senin (8/7/2019)

Kasiyadi berharap apa yang telah diraih Farouk‎ saat ini bisa membawa manfaat di masa depan.
Baik untuk dirinya, keluarga maupun kesatuan tempat ia bertugas nanti.

Tentu juga bagi bangsa dan negara.

"Terima kasih pula saya ucapkan, untuk almamater ananda, yaitu MI At-Taqwa Bondowoso, SMPN 1 Bondowoso, dan SMA Taruna Nusantara Magelang," ucap Kasiyadi yang purnatugas dari dinas militer pada 2013 silam ini.

Meski berlatar belakang militer, dia menegaskan tak pernah memaksa anak-anaknya untuk mengikuti jejak sang ayah.

Menurut Kasiyadi, semua mengalir saja.

Sebagai orangtua, ia selalu mendukung kemauan sang anak selama itu dirasa baik.

Ia selalu memegang prinsip Tut Wuri Handayani, selalu memberikan dorongan dari belakang.

Dari enam anaknya, dua di antaranya kini telah lulus dari Akmil.

"Kakaknya Farouk lulus dari sini juga pada 2009 silam," ucapnya.

‎Selama kedua anaknya berproses di Akmil, ia selalu berpesan, agar mereka mematuhi semua arahan dan bimbingan pengasuh.

"Semua itu, kalau memang sudah rezekinya, ya kita terima. Kalau memang belum, ya kita harus ikhlas," tuturnya.

Muhammad Idris

Kabupaten Solok Selatan merupakan satu diantara tiga daerah tertinggal di Sumatera Barat selain Kabupaten Mentawai dan Pasaman Barat.

Kendati masuk daerah yang minim infrastruktur, namun dari sana lahirlah calon pemimpin Polri masa depan.

Dia adalah Muhammad Idris (23), pemuda yang berasal Jorong Mudiak Lawe, Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan.

Idris berhasil menjadi taruna Akademi Kepolisian (Akpol) terbaik tahun 2019.
Taruna kelahiran 8 Juli 1996 itu berhasil lulus dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,54 dari 4.

Muhammad Idris dan sang ayah Dasrial, lulusan terbaik Akpol 2019 saat diwisuda di gedung Cendikia, Jumat (5/7/2019)
Muhammad Idris dan sang ayah Dasrial, lulusan terbaik Akpol 2019 saat diwisuda di gedung Cendikia, Jumat (5/7)
Empat penghargaan sekaligus disabetnya yaitu Adhi Makayasa, Ati Tanggon Emas, Ati Trengginas Perak dan Ati Tangkas Perak.

Sebenarnya, dari kecil Idris tidak pernah bercita-cita menjadi seorang polisi. Idris kecil waktu itu ingin menjadi dokter, namun nasib telah menjadikan Idris sebagai seorang abdi negara.

"Waktu kecil, Idris bercita-cita sebagai dokter. Tapi cita-cita itu tinggal impian saja. Dia malah menjadi polisi," kata ayah Idris, Dasrial yang dihubungi Kompas.com, Rabu (10/7/2019).

Dasrial menceritakan waktu tamat MAN, Idris berencana mau masuk perguruan tinggi.
Entah kenapa, Idris menuruti arahan dari kakaknya untuk ikut tes Akpol yang saat itu buka.
Menuruti arahan kakak masuk Akpol

Menurut kakak perempuannya itu, kalau masuk Akpol tidak ada biaya yang dikeluarkan karena ditanggung pemerintah.

Sementara kalau kuliah di perguruan tinggi butuh biaya yang banyak.

"Idris akhirnya mengikuti arahan sang kakak untuk tes polisi.

Saat itu saya terkejut, karena tiba-tiba Idris tidak jadi mau masuk perguruan tinggi. Padahal dia sudah ikut bimbingan belajar," ujar Dasrial.

Idris pun bertekad lulus menjadi taruna Akpol supaya tidak memberatkan orangtuanya.

Maklum, Dasrial hanyalah seorang petani yang juga menjadi guru mengaji untuk mencari tambahan belanja.

"Saya lihat tekad Idris sangat kuat. Latihan keras dan tidak lupa berdoa usai shalat dilakukannya," kata Dasrial.

Selalu mendapat beasiswa

Idris memang anak yang taat beribadah.

Ayahnya adalah guru mengaji sehingga didikan agama sangat kental. Apalagi, Idris sejak di MIN (sekolah agama setingkat SD) sudah ditinggal kasih sayang dari ibu.

Idris sejak MIN itu sudah menjadi anak piatu.

Dari MIN, MTsN hingga MAN, Idris selalu menjadi juara dan mendapatkan beasiswa.

Kecerdasan otak Idris itulah yang membuat Dasrial yakin berhasil.

"Alhamdulillah akhirnya Idris diterima menjadi taruna Akpol.

Saat itu, saya merasa mukjizat telah turun kepada Idris.

Saya tidak menyangka dia bisa lulus menjadi taruna," kata Dasrial.

Kabar gembira selanjutnya muncul ketika Idris dinyatakan menjadi lulusan Akpol terbaik 2019.
Dasrial tidak bisa menahan haru yang luar biasa.

"Saat dikasih tahu bahwa Idris menjadi lulusan terbaik, saya tak kuasa menahan air mata.

Idris akhirnya berhasil.

Saya selalu mendoakan dia supaya menjadi anak yang berbakti kepada orangtua, bangsa dan negara ini," kata Dasrial.

Ucapan selamat berdatangan kepada Dasrial.

Dari keluarga, tetangga, Kapolres Solok Selatan AKBP Imam Yulisdianto hingga Kapolda Sumbar Irjen Pol Fakhrizal.

Motivasi bagi generasi muda

Kapolres Solok Selatan AKBP Imam Yulisdianto yang mendengar ada taruna asal Solok Selatan yang menjadi lulusan terbaik Akpol 2019 langsung mencari tahu keberadaan rumah orangtua sang taruna.

Imam mengaku keberhasilan Idris telah membuat bangga masyarakat Solok Selatan dan Sumbar.
"Saya datangi rumah orangtuanya untuk memberikan ucapan selamat.

Saya sangat terharu, ternyata Idris berasal dari keluarga sederhana. Anak petani yang juga mengajar mengaji sukses menjadi lulusan Akpol terbaik," kata Imam.

Imam menyebutkan keberhasilan Idris membuktikan bahwa semangat dan tekad bisa membawa kesuksesan.

Padahal Idris berasal dari keluarga sederhana, lahir dari daerah yang terbelakang, sejak kecil sudah ditinggal ibu, tidak pernah bercita-cita menjadi polisi, namun akhirnya menjadi calon pemimpin di kepolisian Indonesia.

"Menjadi lulusan terbaik itu tidak mudah.

Namun Idris membuktikannya. Ini hendaknya menjadi motivasi bagi generasi muda di seluruh Solok Selatan, Sumbar dan Indonesia umumnya," kata Imam.

Sejarah baru bagi Solok Selatan

Keberhasilan Idris menjadi lulusan terbaik Akpol 2019 menjadi sejarah bagi Solok Selatan.
Untuk pertama kalinya putra asli Solok Selatan berhasil menjadi lulusan terbaik Akpol.

"Ini menjadi sejarah bagi Solok Selatan. Putra asli berhasil menjadi lulusan terbaik Akpol. Ini tentunya membuat bangga masyarakat Solok Selatan," kata Kabag Humas Pemkab Solok Selatan, Firdaus Firman.

Firdaus menyebutkan keberhasilan itu akan menjadi motivasi bagi generasi muda Solok Selatan lainnya untuk berkiprah dan meraih kesuksesan.

"Dari keluarga petani di daerah tertinggal, Idris menjadi yang terbaik di seluruh Indonesia.
Mudahan-mudahan dia nantinya bisa menjadi pimpinan di Polri," kata Firdaus.

M Ihza Nurrabanni

Adapun dari AAU, peraih Adhi Makayasa adalah M Ihza Nurrabanni dari korps Teknik.

Pria kelahiran Sleman, 26 Agustus 1996 itu merupakan putra seorang PNS guru yang bernama Sukijo.

Ihza yang berasal dari Sewon Bantul, Yogyakarta itu juga mengungkapkan rasa bangga dan bersyukurnya kedua orang tuanya atas prestasi tersebut.

Menurut dia, kedua orang tuanya tidak menyangka bila dirinya bakal meraih prestasi yang terbaik di akademi tersebut.

"Mereka berpesan agar saya menjadi perwira yang amanah tak boleh sombong semena-mena dan tetap rendah hati," tuturnya.

Ihza mengatakan, menjadi perwira TNI AU adalah cita-citanya sejak kecil.
Peraih Adhi Makaysa dari AAU M Ihza Nurrabani
Peraih Adhi Makaysa dari AAU M Ihza Nurrabanni (angkasanews.com)
Dirinya pun bersyukur bisa lulus dari AAU dengan prestasi yang terbaik.

Melansir angkasanews.com, Ihza adalah anak kedua dari enam bersaudara yang lahir dari pasangan guru.

Kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai guru ini telah berhasil mendidik anak keduanya hingga meraih trofi idaman setiap taruna-taruni TNI.

Ayahnya adalah Drs. Sukijo M.Eng (gologngan IVb) dan ibunya Orbantari Dwi Santosawati S.Pd (gologngan IVa).

Keduanya adalah pegawai negeri sipil yang berprofesi sebagai guru di sekolah negeri.

Ayahnya guru di SMKN 2 Depok, Sleman, sementara sang ibu guru di SMPN 13 Yogyakarta.
Demi meraih cita-citanya sebagai penerbang, Sermatutar Muhammad Ihza Nurrabbani mengaku sangat terobsesi untuk menjadi penerbang F-16 Fighting Falcon.

 Ariz Pama Yudhaprawira

Kemudian dari AAL, peraih Adhi Makayasa adalah Ariz Pama Yudhaprawira dari korps pelaut.
Ariz yang lahir di Jakarta, 30 Juli 1997 itu merupakan putra dari seorang prajurit TNI AL bernama Sumarto.

Meski putra prajurit TNI AL, namun Ariz menegaskan tidak pernah meminta tolong kepada kedua orang tuanya untuk dimasukkan di AAL.

"Seperti yang dibilang di awal tadi, di sini (AAL) tanpa ada biaya apapun tanpa minta tolong orang tua. Jadi, saya dengan usaha saya sendiri," tegasnya. (Dkn).



Sumber : Tribun
Label:

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.