Ketua Panitia Seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 Yenti Ganarsih (kedua kiri) bersama Wakil Ketua Pansel KPK lainnya usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/6/19). Presiden berharap Pansel KPK menghasilkan calon pimpinan KPK dengan kemampuan managerial dan menguasai dinamika pemberantasan korupsi.

JAKARTA, SANCA NEWS.COM - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai, Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK harus bekerja keras agar mampu melahirkan pimpinan atau komisioner KPK yang mampu mengkonsolidasikan dan menjadikan lembaga antirasuah itu tidak tebang pilih, dalam memberantas korupsi.

Selain itu, komisioner KPK yang baru harus mampu membongkar kasus-kasus korupsi besar dan bukan kasus korupsi ecek-ecek dengan pencitraan yang besar," kata Neta kepada awak media, Sabtu (6/7).

IPW, katanya, memberi catatan ini mengingat banyaknya anggota Polri dan jaksa yang ikt dalam seleksi Capim KPK. Serta banyaknya pihak-pihak yang memprotes keikutsertaan polisi dan jaksa itu.

Dalam segala hal, kata Neta S Pane, kita harus merujuk pada UU atau ketentuan yang ada agar tidak salah kaprah. Jika tidak ada UU yang melarang calon dari Polri maupun jaksa dan karyawan KPK untuk ikut seleksi capim KPK, kata Neta S Pane, tentunya siapa pun tidak berhak untuk melarang. 

Jika ada pihak-pihak yang melarang, menurut Neta S Pane, justru pihak tersebut ngawur dan tidak paham dengan UU.

Atau ada ketakutan tersendiri atas keberadaan capim tersebut. Sebaiknya semua dibiarkan ikut seleksi. Hanya memang jika polisi dan jaksa ikutan dan terpilih menjadi pimpinan KPK muncul tanda tanya.

"Buat apa ada KPK, kenapa tidak tipikor Polri dan kejaksaan saja yang diperkuat," kata Neta.

Neta S Pane mengatakan, bubarkan saja KPK yang ujung-ujungnya hanya sebuah kesia-siaan dan ekonomi biaya tinggi, dengan hasil kinerja yang belum tentu maksimal.

Tapi, karena tidak ada UU yang melarang ya sudah biarkan saja. Sampai DPR atau pemerintah membuat UU yang baru.

Namun Neta berharap banyak dari Pansel, karena merekalah yg harus bekerja keras untuk melakukan seleksi terhadap para capim.

Ditangan pansel lah sesungguhnya masa depan KPK berada. Di tangan pansellah nasib pemberantasan korupsi di negeri ini akan seperti apa ke depannya.

Untuk itu, IPW berharap pansel membuat kesepakatan bahwa petahana pimpinan KPK yang ikut lagi dalam seleksi sebaiknya dicoret atau tidak diloloskan untuk periode kedua.

Alasannya, kata NetaS Pane:

Pertama, belum pernah ada sejarahnya pimpinan KPK menjabat dua periode.

Kedua, dalam periode sebelumnya mereka bisa dianggap gagal karena terjadi perseteruan atau konflik yang tajam di jajaran penyidik KPK.

Selain itu, kata dia, pimpinan KPK tersebut membiarkan terjadinya politisasi KPK sehingga menjelang Pilpres 2019 hanya elit partai pendukung 01 saja yg diciduk dalam OTT.

Selain itu juga, jajaran pimpinan KPK tersebut tidak berani menuntaskan kasus korupsi yang diduga melibatkan RJ Lino, Emirsyah Sattar mantan Dirut Garuda dan Syamsul Nursalim serta Itji Nursalim yang sudah menjadi tersangka.

KPK periode ini, kata dia, hanya berani bermain-main di lingkaran bawah dengan OTT, sebagai pencitraan pemberantasan korupsi.

Jika mereka sudah gagal kenapa harus dua periode. Sebaiknya mereka dicoret dan tidak diloloskan.
Ke depan, kata Neta S Pane, Pansel harus mampu melahirkan komisioner dengan tiga target.

Pertama, katanya komisioner KPK yang mampu memberantas korupsi besar tanpa pencitraan.

Kedua, komisioner KPK yang malu memberantas korupsi ecek-ecek dengan pencitraan OTT yang seolah olah besar.

Ketiga, komisioner KPK yang mampu membersihkan institusi KPK dari kriminal atau pelanggar hukum yang kebal hukum dan tidak patuh proses hukum. (Dkn).



sumber : Tribun
Label:

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.