Katedral Our Lady of Mount Carmel, gereja di Jolo, Filipina, lokasi serangan bom bunuh diri pasangan suami-istri asal Indonesia pada Januari 2019. Foto/Western Mindanao Command/Handout via REUTERS |
MANILA, SANCA NEWS.COM - Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) mendukung temuan Polisi Republik Indonesia (Polri) bahwa pasangan suami-istri asal Indonesia berada di belakang ledakan bom kembar di Katedral Our Lady of Mount Carmel di Jolo pada 27 Januari 2019. Aksi bom bunuh diri itu menewaskan 23 orang dan ratusan lainnya terluka.
Pasangan bomber Rullie Rian Zeke dan Ulfah Handayani Saleh beraksi pada Misa Minggu. Polri menyatakan pasangan tersebut pernah pergi ke Turki pada tahun 2016 dan mencoba memasuki wilayah "kekhalifahan" ISIS. Namun, keduanya ditangkap tahun 2017 dan dideportasi oleh Turki.
"Laporan media mengutip otoritas Indonesia bahwa pelaku ledakan di Katedral (Our Lady of) Mount Carmel di Jolo, Sulu, adalah pasangan Indonesia muncul sebagai konfirmasi atas temuan kami sendiri dalam penyelidikan menyeluruh yang kami lakukan," kata juru bicara AFP, Brigadir Jenderal Edgard Arevalo, dalam sebuah pernyataan, Rabu (24/7).
Terungkapnya sosok pengebom gereja itu tak lepas dari pengakuan seorang pria bernama Yoga Febrianto yang berafiliasi dengan ISIS. Yoga mengungkap peran pasangan suami-istri asal Indonesia itu ketika dia ditangkap polisi Malaysia pada bulan lalu.
Seorang tersangka militan pro-ISIS lainnya, Novendri, yang telah ditangkap oleh polisi Indonesia di Sumatra Barat, juga mengonfirmasi pengakuan Yoga Febrianto.
Yoga diduga merekrut pasangan suami-istri tersebut untuk menjadi anggota Jemaah Anshorut Daulah (JAD), sebuah kelompok ekstremis di Indonesia, untuk melakukan serangan bom.
Menurut Arevalo, AFP segera berkoordinasi dengan rekan-rekan asing ketika pengeboman gereja terjadi.
“AFP telah berbagi catatan dan memberikan informasi penting dengan mitra Indonesia. Data-data yang didasarkan dari penyelidikan dan intelijen kami sendiri berkontribusi pada pertimbangan mereka yang mengarah pada konfirmasi ini," katanya, seperti dikutip Manila Bulletin.
Arevalo mengatakan perkembangan penyelidikan tersebut untuk membuktikan hubungan antarmilitan di negara-negara Asia Tenggara.
“Perkembangan ini lebih jauh menyoroti pentingnya kerja sama dan berbagi informasi antara dan di antara negara-negara di kawasan ini khususnya Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina,” ujarnya.
Arevalo menambahkan bahwa kerja sama tidak hanya harus dilakukan dalam hal-hal yang berkaitan dengan militer, tetapi juga dengan polisi. "Untuk meningkatkan postur keamanan kita," imbuh dia.
(Dkn).