JAKARTA, SANCA NEWS.COM, - Pengamat hukum tata negara Refly Harun menyatakan, sengketa Pilpres 2019 yang telah diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) tak bisa dibawa ke peradilan internasional.
Hal itu disampaikan Refly menanggapi
wacana dari pihak yang tak puas atas putusan MK yang menolak seluruh permohonan
pasangan calon nomor urut 02Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Ya enggak (bisa) lah,"
ujar Refly saat dihubungi, Jumat (28/6).
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun dalam diskusi Menakar Kapasitas Pembuktian MK, di Jakarta Pusat, Kamis (13/6) |
Ia mengatakan, perkara yang dibawa
ke Peradilan Internasional biasanya terkait kasus pelanggaran HAM dan genosida.
Ia mengatakan, belum ada
yurisprudensi peradilan internasional seperti International Criminal Court (ICC)
menangani sengketa pemilu suatu negara.
Selain itu, Refly menyatakan, ICC
hanya memiliki kewenangan menangani perkara pidana di suatu negara bila
pengadilan di dalamnya tak berfungsi dengan baik lantaran ditekan oleh
penguasa.
Dalam hal ini, Refly tak melihat MK
mengalami tekanan saat memutuskan perkara sengketa Pilpres 2019 sehingga tak
ada alasan peradilan internasional turut campur.
"Saya kira terlalu berlebihan
kalau melihat MK lumpuh."
"Yang terjadi adalah
hakim-hakimnya paling tidak, atau masih berpikiran konservatif. Kurang
progresif. Itu saja mungkin. Tapi cara pandang hakim tidak boleh kita
hakimi," lanjut dia.
Pendapat Mahfud MD
Kutipan dari Tribunnews.com, mantan Ketua Mahfud MD pernah memberikan pendapatnya tentang kemungkinan sengketa Pemilu dibawa ke peradilan internasional.
Mahfud MD menjelaskan bahwa
permasalahan sengketa hasil Pemilu di sebuah negara tidak bisa dibawa ke
pengadilan internasional.
Pengadilan internasional tidak
melayani gugatan kontestan Pemilu di sebuah negara.
"Adapun PBB itu tidak mengadili
sengketa hasil Pemilu, tidak mengadili gugatan kontestan Pemilu," kata
Mahfud di KPU RI, Jakarta Pusat, Rabu, 10 April 2019 lalu.
Sebab kata dia, pengadilan
internasional hanya melayani soal sengketa antar negara seperti konflik, dan
peradilan kriminal internasional yakni International Criminal Court di Den
Haag, Belanda.
Yang mengadili sengketa kejahatan
kemanusiaan seperti kejahatan perang, dan pemusnahan etnis atau genosida.
"Jadi, tidak ada mekanisme
hukum yang memungkinkan orang mengadu ke peradilan internasional atau ke PBB,
itu nggak ada," jelas Mahfud.
Maka, bila ada kelompok masyarakat
atau seseorang yang tidak puas dengan hasil dan perjalanan pesta demokrasi di
Indonesia, Mahfud menyarankan mereka mengajukan gugatan ke Bawaslu, Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan MK.
"Tidak mungkin urusan Pemilu
itu dibawa ke negara lain PBB dan sebagainya. Kita udah punya perangkat hukum,
ada Bawaslu dan DKPP, ada pengadilan pidana dan ada Mahkamah Konstitusi,"
tuturnya.
Saat itu, Mahfud menanggapi
pernyataan Direktur Media dan Komunikasi Badan Pemenangan Nasional (BPN)
Prabowo-Sandi, Hashim Djojohadikusumo yang mengatakan pihaknya akan melayangkan
gugatan ke lembaga-lembaga internasional jika terbukti ada kecurangan dalam
penyelenggaraan Pemilu kali ini.
Hashim berujar, sah-sah saja kalau
pihaknya melayangkan gugatan bila mendapati indikasi kecurangan dalam persiapan
hingga pelaksanaan Pemilu 2019.
"Kalau ada kecurangan yang
tidak ditangani kami akan lapor semua pihak, bisa Bareskrim Mabes Polri atau
Interpol tergantung bagian hukum, kami juga akan laporkan ke International
Court of Juctice atau Mahkmah Internasional PBB, ke human rights,
pokoknya ke semua pihak yang sah," ujar Hashim di Hotel Ayama Midplaza,
Jakarta Pusat, Senin (1/4).
"LSM Internasional pernah
mempermasalahkan keabsahan Pemilu di Thailand yang digelar oleh petahana, dan
tentu di beberapa negara lain," imbuhnya.
Politikus Demokrat: Mahkamah
Internasional Mana?
cuitan rachland nashidik di twitter.
(Tangkapan layar Twitter @RachlanNashidik)
Di Twitter-nya politikus Partai
Demokrat Rachlan Nashidik mempertanyakan mau dibawa ke mahkamah internasional
mana sengketa Pemilu selanjutnya.
Sebab cuma ada dua "Mahkamah
Internasional".
Yakni International Court of Justice
dan International Criminal Court.
Yang satu melayani sengketa
antarnegara. Lainnya mengurus Genocide, War Crimes, Crimes Against Humanity dan
Crimes of Aggression.
"Sengketa Pemilu mau dibawa ke
mahkamah mana?" ujarnya di Twitter.
Pendapat Ketua KPU
Ketua Komisi Pemilihan Umum ( KPU)
Arief Budiman mengatakan, tahapan Pemilu Presiden selesai di putusan Mahkamah
Konstitusi ( MK).
Jika ada pihak yang mewacanakan
untuk membawa sengketa hasil pilpres ke Mahkamah Internasional, maka, hal itu tak masuk
sebagai tahapan pemilu.
"Itu bukan tahapan pemilu. Maka
jangan tanya KPU. Kalau dalam tahapan pemilu, yang dibikin KPU, hanya sampai
putusan MK finalnya," kata Arief Budiman di kantor KPU, Menteng, Jakarta
Pusat, Jumat (28/6).
Arief Budiman, Ketua KPU Republik Indonesia, saat kunjungan ke Kantor KPUD Kota Bogor, Minggu (4/3/2018). |
Menurut Arief Budiman, putusan MK
bersifat final dan mengikat seluruh pihak.
Oleh karenanya, putusan MK wajib
untuk dilaksanakan seluruh kalangan, tanpa terkecuali.
Hal ini, telah dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan.
"Tapi kalau tahapan pemilu yang
diatur dalam UU Pemilu ya putusan MK itu final and binding dalam tahapan pemilu
kita," ujar Arief Budiman soal wacana Mahkaamah Internasional.