Pasukan Elit Indonesia |
JAKARTA, SANCA NEWS.COM - Indonesia bukanlah negara lemah, sudah disegani sejak dipimpin oleh Presiden Soekarno di masa kemerdekaan.
Kini Indonesia semakin ditakuti
dengan kekuatan militernya yang disegani.
Terlebih, pasukan khususnya dari
tiga matra yang ada tidak diragukan lagi kehebatannya dan kekuatannya.
Sebut saja dari Matra TNI Angkatan
Darat (AD) memiliki Kopassus dan Sat Gultor, Kostrad, di matra TNI Angkatan
Laut, memiliki Denjaka, Kopaska, Yontaifib dan di matra TNI Angkatan Udara,
Paskhas jadi andalan dengan didukung Sat Bravo 90.
Nah, Indonesia pernah di buat heboh
dengan aksi terorisme baru-baru ini, membuat pemerintah memiliki wacana
menurunkan pasukan khususnya TNI untuk buru teroris.
Namun hingga saat ini memang belum
ada perintah resmi dari Panglima TNI untuk mengerahkan pasukan-pasukan
anti-teror milik TNI untuk menghadapi aksi terorisme.
Tapi meskipun belum ada perintah
secara resmi, semua pasukan anti-teror elit TNI seperti Sat 81 Kopassus,
Denjaka,
Sat Bravo 90, Kopaska,
Tontaipur Kostrad, Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) dan lainnya
sudah dalam posisi siap bergerak (stand by call), menghadapi aksi terorisme.
Lalu seperti apa penampakan pasukan
khusus TNI itu? banyak yang belum mengetahuinya.
Mulai dari penampakan Satuan Khusus Kopassus
dan dari Denjaka,
Kopaska
serta Sat Bravo kepunyaan TNI AU.
Kualifikasi mereka tidak hanya mampu bertarung di matra masing-masing.
Layaknya 'memakan' semua rintangan, pasukan khusus dari 3 matra TNI ini bisa bertarung di segala tempat.
Baik darat, udara dan laut.
Personel Gultor 81 Kopassus |
Paskhas TNI AU |
Untuk pasukan Koopssusgab, dibentuk
pada 9 Juni 2015 oleh Jenderal Moeldoko selaku Panglima
TNI
kala itu.
Pasukan elit ini merupakan gabungan
pasukan khusus dari tiga matra TNI, yakni Sat-81, Denjaka,
dan Satbravo-90. Pasukan khusus ini berjumlah 90 personil.
Mereka disiagakan di wilayah Sentul,
Bogor, Jawa Barat dengan status operasi, selalu siap siaga setiap saat jika ada
perintah untuk menanggulangi aksi teror.
Apalagi Presiden RI Joko Widodo
telah memerintahkan pasukan TNI untuk membantu Polri dalam upaya memberantas
aksi terorisme sampai ke akar-akarnya (Kompas.com Senin/5/2018), maka semua
pasukan khusus TNI juga siap bergerak kapan saja.
Posisi semua pasukan khusus TNI dalam kondisi stand by
call sebenarnya berlaku setiap hari.
Artinya dalam kesehariannya semua
pasukan khusus TNI
sudah memiliki instruksi kerja yang jelas.
Yaitu sepertiga kekuatan dalam
kondisi siap bergerak, sepertiga kekuatan melakukan latihan, dan sepertiga
kekuatan lainnya bertugas sebagai cadangan.
Sejumlah personel pasukan khusus TNI juga sudah bergerak
secara senyap di daerah-daerah yang dianggap rawan oleh pemerintah, misalnya
Papua.
Misalnya, jika terjadi kasus
terorisme di Bandara Soekarno-Hatta, pasukan khusus Sat Bravo 90 dari TNI AU
pasti turun bersama pasukan khusus TNI lainnya dan mungki malah tidak
melibatkan langsung Densus 88 Polri.
Densus pasti turun dalam aksi teror
di bandara setelah teroris tertangkap baik mati maupun hidup untuk dilanjutkan
proses penyidikan dan penanganan hukumnya sesuai prosedur kepolisian.
Seperti latihan penanganan
anti-teror yang pernah dilaksanakan Komando Operasi Khusus Gabungan
(Koopssusgab), pada sebuah kapal dagang di Laut Jawa, ketika para teroris sudah
dilumpuhkan, para pelakunya kemudian diserahkan ke kepolisian (Polairud) untuk
dilanjutkan prosesnya sesuai hukum yang berlaku.
Jadi dalam setiap penanganan aksi
terorime, semua pasukan khusus TNI sebenarnya siap diturunkan jika sudah ada perintah dari
Presiden.
Tapi tugas pasukan khusus TNI hanya bersifat
penindakan dan pelumpuhan (penghancuran) karena setelah para teroris yang
tertangkap hidup atau mati penanganan lebih lanjut secara hukum akan ditangani
oleh Polri (Densus 88).
Namun yang pasti semua pasukan
khusus TNI
saat ini sebenarnya sudah merasa geram dan ‘gatal’ untuk segera turun tangan,
mengingat aksi terorisme yang terjadi nyata-nyata sudah mengancam keamanan
negara dan merongrong kewibawaan pemerintah NKRI.